REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua bidang hubungan luar negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengatakan, upaya proses perdamaian pro dan kontra, merupakan hal yang biasa. Pernyataan ini menanggapi Taliban yang menolak konferensi perdamain para ulama yang akan diadakan di Jakarta.
"Tampaknya, Taliban belum paham dan gagal memahami posisi Jakarta," ujar Muhyiddin kepada Republika.co.id, lewat pesan WhatsAap-nya, Senin (12/3).
Muhyiddin menegaskan, Jakarta tidak memiliki kepentingan politik terkait penyelenggaraan konferensi tersebut. Indonesia hanya memiliki kepentingan moral untuk membantu Afghanistan dalam mencapai perdamaian.
Sebab, konflik yang berkepanjangan di negara tersebut membuat banyak nyawa manusia hilang. Padahal, yang berperang adalah sesama Muslim.
Warga Afghanistan yakin konflik di wilayahnya sengaja dipelihara dengan terus menghidupkan Taliban.
Konflik yang tak berkesudahan tersebut, menurut Muhyiddin, hanya memberikan keuntungan bagi sindikat jual beli senjata dan opium. Keduanya, dia menilai, merusak tatanan dunia dan akal sehat.
"Kita perlu tegaskan bahwa Jakarta netral dan bukan kaki tangan kekuatan asing dengan agenda politiknya," kata Muhyiddin.
Muhyiddin menjelaskan, konferensi ini atau halaqah tiga negara, yakni Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia, akan membahas mekanisme fatwa. Menurut dia, ketiga negara ini notabene memiliki kesamaan dalam SOP mengeluarkan fatwa.
"Di kalangan para mazahib Islami. Kami optimis bahwa itu penting sebagai corner stone untuk saling memahami posisi," kata Muhyiddin menambahkan.