REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dirasa memang harus menyentuh para penegak hukum. Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) juga harus ditagih janji serta komitmennya dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap aparat pengadilan.
"Salah satu yang memang harus disentuh KPK itu memang penegak hukum. Karena capek-capek kita tangkapi politisi, pengusaha nakal, tapi kalau masuk ke proses penegakkan hukum yang buruk, orang ini akan lepas," kata Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar kepada Republika, Selasa (13/3).
Proses penegakkan hukum yang buruk, katanya, akan menjual putusan. Karena itu, keputusan hukum menjadi hilang, kemanfaatan hukum menjadi tidak ada, pun begitu soal keadilan hukum. Agar hal-hal tersebut tak terjadi, peran KPK Zainal rasa sangat penting.
"Ini juga semakin membuktikan memang belum banyak yang berubah dari wajah hukum, wajah peradilan kita," ucap Zainal.
Menurutnya, wajah hukum dan peradilan di Indonesia masi sama saja dalam praktik, tata cara, dan mekanisme kerjanya. Terjadinya OTT terhadap aparat pengadilan seakan membenarkan kisah kelam praktik buruk yang ada di pengadilan. "Ini menjadi penegas saja. Membenarkan cerita-cerita itu," kata dia.
Ia menyebutkan, subsistem yang mengurus soal peradilan, termasuk MA dan KY, harus kembali ditagih komitmen dan janji-janjinya, janji untuk melakukan reformasi peradilan. Kejadian penangkapan aparat pengadilan, kata dia, terus berulang dan akan menunjukkan wajah pengadilan di Indonesia.
"Harus ada pertanggungjawaban yang mereka bagi dengan jelas. Jadi, bukan mencari siapa yang salah, tapi bagaimana memperbaiki kualitas ke depan. Untuk itu, maka MA dan KY harus bersama-sama mencari jalan itu," jelasnya.