REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDIP Arteria Dahlan memastikan, partainya terbuka lebar pada tokoh nasional perempuan untuk menjadi pendamping Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Keterbukaan ini berlaku baik untuk kalangan PDIP sendiri seperti Puan Maharani maupun sosok profesional di luar partai seperti Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti.
Secara ideologis dan historis, PDIP pun sudah membuktikan tidak ada masalah dari sosok pemimpin perempuan. Di antaranya ketika Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum PDIP dan menduduki kursi presiden pada 2001 sampai 2004.
"Sebelumnya, pada 1999, beliau sempat menjadi salah satu alternatif untuk presiden tapi kondisi waktu itu tidak memungkinkan," ujar Arteria ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (20/3).
Dengan pembuktian tersebut, PDIP semakin terbuka lebar untuk tokoh perempuan yang dinilai berkompeten sebagai seorang pemimpin. Bahkan, menurut Arteria, hal ini bisa menjadi ruang baru yang seharusnya menjadi pilihan alternatif dalam demokrasi di Indonesia.
Ada beberapa nilai tambah yang dilihat Arteria apabila tokoh perempuan bisa maju sebagai cawapres. Di antaranya, menggaet pemilih perempuan yang jumlahnya banyak di Indonesia dan terbilang solid, sehingga menguntungkan secara elektabilitas. "Tapi, memang harus ada pengondisian sebelumnya," tuturnya.
Pengondisian dilakukan agar tokoh perempuan yang kelak maju sebagai cawapres tidak bisa digergaji atau dipermasalahkan di tengah jalan. Pengondisian akan dilakukan oleh internal partai maupun partai koalisi.
Arteria melihat, Indonesia memiliki banyak srikandi tangguh. Dari PDIP, ada Puan yang tidak hanya menjadi tokoh internal partai, juga salah satu pemimpin di Indonesia dengan menjabat sebagai menteri koordinator pembangunan manusia dan kebudayaan. Sri Mulyani dan Susi juga masuk dalam radar PDIP dan Jokowi untuk dilakukan penjaringan serta penyaringan.