REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbeda dengan sejarawan Afrika Selatan, situs wikipedia menyebutkan, Islam di Afrika Selatan mungkin tiba sebelum zaman kolonial, dari perhubungan terpencil dengan pedagang Arab dan Afrika Timur. Namun lepas dari itu, sejarah mencatat perkembangan Islam di kawasan ini tidak bisa dilepaskan dari peranan Syekh Yusuf, ulama besar asal Makassar yang berjuang di Banten bersama Sultang Ageng melawan Belanda.
Semula, ia dibuang ke Srilanka setelah mengalami penahanan di Cirebon dan Batavia karena mengobarkan perang gerilya bersama 5.000 pasukannya di kawasan Banten. Di Srilanka, ia bertemu dengan para ulama dari berbagai negara Islam. Salah satunya adalah Syekh Ibrahim Ibn Mi'an, ulama besar dari India. Ia pula yang meminta Syekh Yusuf untuk menulis sebuah buku tentang tasawuf berjudul, Kayfiyyat Al-Tasawwuf.
Syekh Yusuf pun leluasa bertemu dengan sanak keluarga dan muridnya di negeri Srilanka. Kabar dari dan untuk keluarganya ia terima dan sampaikan melalui jamaah haji yang singgah di Srilanka. Lewat jalur itu, ajarannya sampai kepada muridnya. Belanda kembali kebakaran jenggot dan menganggap Syekh Yusuf masih mejadi ancaman. Pengaruhnya masih begitu besar, meski berada jauh dari tanah kelahiran. Ia akhirnya dibuang ke Afrika Selatan. Bersama 49 pengikutnya, ia tiba di Tanjung Harapan dengan kapal De Voetboog dan ditempatkan di daerah Zandvliet yang kemudian dikenal dengan Madagaskar.
Selain Syekh Yusuf, ada pula Imam Abdullah ibn Kadi Abdus Salaam--lebih dikenal dengan julukan Tuan Guru--ulama yang lahir di Tidore dan menjadi pelopor penyebaran Islam di benua hitam itu. Dalam sejarahnya, Tuan Guru pula yang menulis isi Alquran berdasarkan ingatannya. Ia orang pertama yang mendirikan madrasah di jantung Kota Cape Town dan masjid yang sampai sekarang masih eksis.
Belakangan, ada Raja Tambora (Abdul al-Basi Sultania) yang disebut berasal dari bagian Kesultanan Gowa. Sebagaimana Syekh Yusuf, Raja Tambora juga seorang cendekiawan Islam. Kesultanan Gowa takluk kepada pemerintah Belanda pada 1683, dan Raja Tambora dibuang ke Semenanjung Harapan pada 1697 setelah dituduh berkonspirasi dengan Raja Dompo untuk membunuh Sri Ratu.
Di tempat pembuangan, semula Raja Tambora ditempatkan di sebuah kandang kuda di istana, tempat yang sangat terhormat di Semenanjung Harapan masa itu, untuk memelihara kuda-kuda. Berkat campur tangan Syekh Yusuf yang sangat berpengaruh pada masanya, Raja Tambora kemudian dipindahkan ke sebuah tanah pertanian yang sangat nyaman di Vergelegen, Stellenbosch, tak jauh dari tempat Syekh Yusuf 'diamankan'.