REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan itu disebabkan oleh arus migrasi dari berbagai negara umumnya berasal dari Timur Tengah dan Asia di samping pertambahan angka kelahiran warga Muslim yang berdiam di sana. Sebuah sensus yang dilakukan pada tahun 2001 mencatat bahwa populasi Muslim di negeri ini setidaknya mencapai 300.000 dari sekitar 20 juta penduduk Australia.
Komunitas Muslim di Negeri Kanguru itu berasal dari latar belakang etnis yang beragam. Sebagian besar tinggal Sidney dan Melbourne, juga di ibu kota berbagai negara bagian lain, seperti Canberra, Brisbane, Adelaide, Perth, dan Darwin. Selain itu, ada juga komunitas kecil di sejumlah wilayah, misalnya di Shepparton, Katanning, Hedland, Geraldton, Townsville, Marreba, dan Newman.
Seiring perkembangan, kegiatan dan aktivitas organisasi keagamaan pun terus menggeliat. Di masing-masing negara bagian, dibentuk dewan masyarakat Muslim, pusat kebudayaan Islam, asosiasi pelajar Muslim, serta pengelolaan beberapa masjid. Dari waktu ke waktu, masjid pun bertambah. Salah satu yang terbesar adalah Masjid Imam Ali di Danau Lakemba, Sidney. Masjid besar lainnya berada di Victoria, Brisbane-Queensland, Hobart, dan kota-kota lain di sana.
Muslim Australia tak menggunakan masjid sekadar sebagai tempat melaksanakan ritual keagamaan. Para imam masjid juga menyusun program pelatihan dan pelajaran agama Islam. Tenaga-tenaga pengajar didatangkan dari lembaga Dewan Dakwah Regional Kawasan Asia Tenggara dan Pasific (Regional Islamic Dawah Council for Southeast Asia and the Pacific/RIDSCEAP), World Assembly of Muslim Youth, serta beberapa organisasi internasional.
Tragedi 11 September 2001 di Amerika disusul bom Bali di Indonesia sempat menempatkan Muslim di negeri ini dalam kehidupan yang tidak menyenangkan.Ada pemahaman yang keliru dari komunitas non-Muslim terhadap umat Islam. Ini akibat rendahnya pemahaman mereka terhadap Islam serta pemberitaan media yang keliru dan tidak proporsional tentang Islam serta umat Islam.
Simpulan ini diperkuat dengan hasil penelitian pakar studi keislaman dari Universitas Griffith, Halim Rane, yang bertajuk Knowing One Another: An Antidote for Mass Media Islam. Penelitian ini menegaskan besarnya kontribusi media Australia terhadap penciptaan kesalahpahaman publik terhadap Islam.
Kenyataan itu, mau tidak mau, kian menggiatkan masyarakat Muslim di sana untuk memberi pemahaman mengenai Islam yang sebenarnya dalam berbagai jenis kegiatan. Seperti yang pernah dituturkan Monique Toohey yang datang bersama tiga Muslim Australia ke Indonesia tahun 2005 silam, kegiatan yang dilakukan, seperti seminar, dialog lintas agama, atau publikasi, dilakukan secara berkala.
Di Sidney, bahkan dibuka program kunjungan ke masjid-masjid. Pada waktu-waktu yang sudah ditentukan, para siswa atau tokoh agama dipersilakan datang ke masjid. Di sana, mereka akan mendapatkan penjelasan mengenai Islam dan prinsip dasar yang dianutnya. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan saling pengertian antarumat beragama.
Pertengahan 2008 lalu, seorang mualaf asal Amerika bernama Yusuf Estes sekarang imam tetap di markas militer AS di Texas menyempatkan diri berceramah, baik kepada masyarakat Muslim maupun non-Muslim di Adelaide City. Katanya, "Yang tepat dilakukan adalah mendapat pengetahuan yang benar tentang Islam dengan cara belajar langsung dari Alquran dan hadits." Ia merekomendasikan beberapa situs yang dapat membantu memberikan pemahaman itu, antara lain http:shareislam.com, http:www.hearislam.com, dan http:chatislam.com. Dibanding sebelumnya, kini semakin banyak masyarakat non-Muslim di Australia yang mengenal Islam sesungguhnya.