REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Ratusan ribu warga Amerika siap melakukan unjuk rasa nasional pada Sabtu (24/3) waktu setempat, untuk menuntut dikeluarkannya undang-undang pengawasan senjata yang lebih ketat. Unjuk rasa bertajuk March For Our Lives ini digagas oleh para korban selamat dari insiden penembakan massal di Florida.
Siswa siswi Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida, dan sekitar 500 ribu masyarakat umum lainnya akan memulai unjuk rasa di Pennsylvania Avenue dekat Capitol di Washington. Pada 14 Februari lalu, 17 siswa dan staf sekolah tersebut tewas dalam sebuah aksi penembakan mematikan.
Unjuk rasa ini bertujuan untuk mendorong lembaga legislatif agar tidak lebih lama lagi menghambat upaya untuk memperketat pengawasan senjata api. Penembakan massal di sejumlah sekolah dan perguruan tinggi di Amerika saat ini sepertinya telah menjadi insiden yang biasa.
"Masalah ini akan berubah menjadi masalah nomor satu di negara ini. Saya tahu hal ini [pengawasan senjata] bukan hanya keinginan saya, tetapi juga keinginan kita semua," ujar Alfonso Calderon, siswa junior di Marjory Stoneman Douglas High School.
Unjuk rasa di Washington ini adalah salah satu dari 800 rangkaian unjuk rasa yang dijadwalkan di seluruh dunia. Menurut kelompok kontrol senjata Everytown For Gun Safety, di AS unjuk rasa akan dilakukan mulai dari San Clemente di Kalifornia, hingga New York dan Parkland.
Unjuk rasa ini telah menarik perhatian dan dukungan dari puluhan selebritis. Penyanyi Ariana Grande dan kreator 'Hamilton' Lin-Manuel Miranda akan ikut berunjuk rasa di Washington.
Sementara aktris Amy Schumer akan ikut berunjuk rasa di Los Angeles. Aktor George Clooney dan istrinya Amal Clooney, bahkan telah menyumbangkan 500 ribu dolar AS untuk unjuk rasa di Washington.
Para demonstran menginginkan Kongres, yang anggotanya siap untuk dipilih kembali dalam pemilihan tahun ini, untuk melarang penjualan senjata serbu seperti yang digunakan oleh pelaku penembakan di Florida. Kongres juga diminta untuk memperketat pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata.
Pada Jumat (23/3), Presiden AS Donald Trump menandatangani dana hibah sebesar 1,3 triliun dolar AS untuk memperbaiki proses pemeriksaan latar belakang penjualan senjata. Dana hibah itu juga untuk membantu sekolah mencegah adanya kekerasan dengan senjata.