REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, PDIP tidak pernah bersitegang dengan Partai Demokrat terkait kasus korupsi KTP-el. Menurutnya, pernyataan dari PDIP baru-baru ini merupakan bentuk penegasan atas konteks permasalahan korupsi KTP-el pada 2011 lalu.
"Kami tidak pernah bersitegang (dengan Demokrat). Kami hanya meletakkan duduk persoalannya bahwa ada yang coba menyeret-nyeret persoalan KTP-el ini menjadi pertanggungjawaban PDIP. Sementara saat pembahasan anggaran KTP-el pada 2011 lalu, PDIP kan bukan partai pendukung pemerintah. Partai pemerintah kan teman-teman juga tahu siapa yang memerintah," ujar Masinton kepada wartawan, Sabtu (24/3).
Karena itu, Masinton berharap Partai Demokrat tidak terlalu reaktif dengan pernyataan PDIP. "Kami membicarakan fakta. Jangan apa-apa bawa perasaan (baper)," lanjut dia.
Sementara, ketika disinggung tentang perkembangan kasus KTP-el yang kemungkinan berdampak negatif terhadap rencana koalisi PDIP dengan Partai Demokrat, Masinton menegaskan semestinya koalisi tidak dikaitkan dengan kasus hukum. "Kami, PDIP welcome saja berkomunikasi dan berkoalisi dengan partai manapun. Kami tidak mengkaitkan persoalan ranah penegakan hukum dengan persoalan-persoalan politik," katanya menegaskan.
Sebelumnya, terdakwa kasus korupsi KTP-el, Setya Novanto (Setnov) menyebutkan nama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerima aliran dana proyek tersebut sebesar 500 ribu dolar AS. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto pun menjawab pengakuan Setnov.
"Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tersebut," kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (22/3).
Di sisi lain, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan langsung menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang dianggapnya justru terkesan menyalahkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, argumentasi Hasto yang mengatakan partai beroposisi pasti tak melakukan korupsi juga dangkal, lemah, dan mengada-ada.