REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak kecil, Imam Maliki tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya. Kakek, ayah, dan pamannya pun termasuk kelompok ulama hadis terpandang di Madinah.
Karena keluarganya ulama ahli hadis, Imam Maliki pun mempelajari ilmu hadis dari sang ayah dan pamannya. Meski demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal, seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabiin ahli hadis, fikih, fatwa, dan ilmu berdebat; Imam Jafar Shadiq, dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Maliki telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu membuat hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al-Mansur, Al-Mahdi, Al-Hadi, dan Harun Al-Rasyid, pernah jadi murid Imam Maliki. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i, pun pernah menimba ilmu dari Imam Maliki. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat, murid terkenal Imam Maliki mencapai 1.300 orang.
Kendati berasal dari keluarga dengan status sosial tinggi, dalam mencari ilmu, Imam Maliki rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.