REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai ahli hadits dan fikih, Imam Maliki banyak menuliskan pikiran-pikirannya dalam berbagai karya. Dari seluruh karyanya, salah satu yang termasyhur adalah Al-Muwatha', kitab fikih yang disusun berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan.
Kitab ini merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah (sembilan kitab hadits ulama di kalangan Sunni) dan menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer.
Al-Muwatha': karya fenomenal sang imam
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al-Muwatha' takkan lahir bila Imam Maliki tidak dipaksa Khalifah Al-Mansur, penguasa khilafah Islamiyah saat itu. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al-Mansur meminta Imam Maliki mengumpulkan hadits dan membukukannya.
Awalnya, Imam Maliki enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al-Muwatha'. Kitab ini ditulis pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al-Muwatha' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan kitab fikih yang berisi kumpulan hadits paling sahih yang dipilih dengan penelitian sumber yang amat cermat. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Maliki hanya memasukkan 1.720 hadits.
Imam Maliki menyusun kitab ini menjadi dua bagian. Bagian pertama mengenai perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW (juga dikenal sebagai sunah) serta riwayat perkataan dan perbuatan Nabi tersebut (hadits). Kedua, mengenai pendapat dan keputusan resmi sahabat Nabi, penerus mereka, dan beberapa ulama kemudian.
Khalifah Harun Al-Rasyid ingin menetapkan Al-Muwatha' sebagai pegangan utama di negara Islam itu dan menggantungkannya di dinding Ka'bah. Namun, Imam Maliki melarangnya dengan mengutip hadits bahwa perbedaan pendapat di antara umat Islam adalah rahmat. Imam Maliki juga mengatakan, kalau pendapatnya bertentangan dengan Alquran dan sunnah, hendaknya pendapat itu ditinggalkan.
Dalam menyusun kitab Al-Muwatha', Imam Maliki tidak memberikan nomor. Baru di kemudian hari beberapa pihak menambahkan nomor pada kitab Al-Muwatha' untuk memudahkan perujukan hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan.