REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setya Novanto mengaku kaget dituntut berat yaitu pidana penjara selama 16 tahun ditambah kewajiban membayar uang pengganti 7,435 juta dolar AS. Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-Elektronik.
"Terus terang saya sebagai manusia biasa sangat kagetlah, secara jujur saya kaget dapat tuntutan yang begitu berat ini, tapi semua itu saya percayakan pada proses hukum," kata Setnov seusai sidang pembacaan tuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/3).
Dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp 5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov (sekitar Rp 66,3 miliar dalam kurs pada 2012) subsider 3 tahun penjara.
KPK juga menolak permohonan Setnov untuk menjadi "justice collaborator" (JC) dan meminta agar hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan. "Ya kalau soal JC memang belum ditolak ya, pertama saya menghargai apa yang sudah diputuskan masalah JPU, namun bahwa tidak ada penerimaan secara langsung kepada saya, jadi memang saya tidak menerima uang. Saya kan dalam pemeriksaan terdakwa sudah menyampaikan sejelas-jelasnya, bahwa penerimaan uang itu adalah diakui Andi dan Irvanto di mana saya malam-malam untuk menandatangani bahwa pengeluaran-pengeluaran dari pihak-pihak yang sudah dinyatakan oleh Andi, di mana Irvan menjadi kurir," jelas Setnov.
Setnov juga membantah menjadi pihak yang paling diuntungkan dari penerimaan uang melalui keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan rekannya sesama pengusaha Made Oka Masagung. "Terkait Irvan dan Oka sebagai kepanjangan saya, itu tidak benar karena kan mereka pengusaha, Irvan pengusaha, saya pengusaha, tidak ada kepanjangan tangan. Saya tidak pernah mengetahui, apa yang berkaitan apa yang dilakukan kedua belah pihak," tambah Setnov.
Ia juga membantah mempengaruhi para pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam proyek KTP-El tersebut. "Soal pengaruh terhadap Irman dan Sugiarto, bagaimana saya mempengaruhi? Karena ini kan sudah dilakukan oleh Andi sebelum ketemu saya, yaitu ketemu almarhum Burhanudin dan sudah membicarakan kesepakatan dan kesepakan itu sudah dibicarakan sejak awal, saya tidak pernah tahu," tegas Setnov.
Ia juga membantah mempersiapkan Rp 20 miliar agar terhindar dari penyidikan KPK. "Tadi juga ada (disebut) Rp 20 miliar, ini kan obrolan-obrolan yang saya lihat hal yang biasa, bahwa obrolan itu, saya hanya menakut-nakuti saudara Andi supaya tidak datang lagi ke tempat saya, jadi tidak ada berhubungan memberikan pada KPK itu," tambah Setnov.
Ia juga mengaku bahwa anggaran KTP-El tidak dapat diintervensi oleh dirinya selaku Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, karena satu fraksi tidak bisa mempengaruhi anggaran. "Saya tidak menerima uang sepeser pun, dan pertimabngan-pertimbangan yang bisa memberi arti, yang penting kan masyarakat semua tahu. Setiap persidangan dibuka selebar-lebarnya, setiap saksi-saksi diuji dan jgua dikonfrontir, saya pun dikonfrontir dengan Oka, semua saksi tidak ada satu pun yang mengatakan saya mempengaruhi anggaran dan tidak ada satupun yang mengatakan saya menerima," ungkap Setnov.
Meski demikian, Setnov meminta maaf atas perbuatannya dalam proyek KTP-El itu. "Saya minta maaf kepada seluruh anggota DPR Indonesia, masyarakat Indonesia yang saya sudah semaksimal mungkin. Tentu saya minta maaf kalau ini sebagai manusia biasa dianggap salah saya mohon maaf sebesar-besarnya," kata Setnov.