REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta kepala daerah turun tangan mengawal dan mementau pelaksanaan setiap kegiatan penurunan angka stunting atau pertumbuhan anak yang tidak maksimal.
Keterlibatan daerah sangat penting karena program ini tak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, peran pemerintah daerah bahkan perlu merencanakan dan menganggarkan penurunan stunting di dalam dokumen perencanaan di daerah.
"Kepala daerah harus mau melaksanakan setiap kegiatan penurunan stunting di daerah masing-masing," kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (1/4).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan dari janin hingga anak usia dua tahun. Dalam jangka pendek, kekurangan gizi akan menyebabkan gangguan kecerdasan, tidak optimalnya ukuran fisik tubuh, serta gangguan metabolisme.
Sedangkan dalam jangka panjang, kekurangan gizi menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual yang akan berpengaruh pada produktivitas saat dewasa, serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner dan stroke.
"Bappenas mencatat sembilan juta anak di Indonesia mengalami stunting yang tersebar di pedesaan maupun perkotaan," kata Bambang.
Apabila terus dibiarkan, stunting dinilai dapat merugikan ekonomi Indonesia sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Jika PDB Indonesia Rp 13.000 triliun pada 2017, maka diperkirakan potensi kerugian akibat stunting dapat mencapai Rp 300 triliun per tahun.
Untuk itu, pihaknya berpandangan bahwa penanganan masalah stunting di Indonesia harus dilakukan dengan pendekatan multisektor, yaitu melibatkan 17 kementerian/lembaga (K/L) teknis dan satu kementerian koordinator.
Termasuk juga bekerja sama dengan para pemangku kepentingan pembangunan, antara lain pemerintah daerah, dunia usaha, kelompok masyarakat madani, organisasi profesi dan akademisi, mitra pembangunan, serta media massa.