REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Traffic Watch (ITW) menolak adanya kesepakatan Komisi V DPR RI dengan Kementerian Perhubungan terkait revisi terbatas Undang-undang no 22 tahun 2009. Pasalnya, revisi terbatas tersebut mengakomodir sepeda motor sebagai transportasi angkutan umum.
"Meskipun dapat membantu dari sisi efesiensi, namun hasil penelitian yang dilakukan secara komprehensif, mengatakan sepeda motor tidak layak dari aspek keselamatan untuk dijadikan angkutan umum," kata Ketua Presidium ITW Edison Siahaan, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (6/4).
Atas dasar itulah, Edison mengatakan, Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan mengamanatkan sepeda motor bukan untuk transportasi angkutan umum. Menurut Edison, bahkan tidak ada satu pun negara yang melegalkan sepeda motor digunakan sebagai angkutan umum karena alasan keselamatan. "ITW menilai, jika revisi untuk mengakomodir sepeda motor sebagai angkutan umum dilakukan, itu adalah bukti nyata bahwa pemerintah kurang peduli terhadap keselamatan warganya," tambah Edison.
Padahal, kata dia, sumber daya manusia Indonesia harus dijaga dan menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan jaminan keselamatan. "ITW juga mendapat informasi bahwa rencana revisi tersebut merupakan bentuk tekanan kapitalis yang ingin meraup keuntungan dari bisnis transportasi umum dengan menggunakan kendaraan sepeda motor," kata Edison menjelaskan.
Terkait hal tersebut, ITW mengingatkan agar kepolisian melakukan langkah hukum untuk menertibkan semua bentuk pelanggaran lalu lintas. Termasuk praktik ilegal seperti ratusan ribu sepeda motor yg beroperasi sebagai angkutan umum.
Edison mengimbau agar semua pihak peduli terhadap upaya mewujudkan keamanan dan kelancaran lalu lintas agar tidak menjadi korban sia-sia akibat kecelakaan. Ia mengatakan, lalu lintas merupakan cermin budaya dan potret modernitas sebuah bangsa.