REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, 80 persen rumah yang akan dibangun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI melalui kerja sama dengan pihak swasta, BUMD, dan BUMN masih masuk dalam program rumah dengan uang muka Rp 0. Rumah itu bisa dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan di atas Rp 7 juta.
"Yang di luar pemerintah pricing point-nya bisa di atas dan bisa juga di dalamnya yang Rp 4 juta sampai Rp 7 juta itu. J,adi kita nanti akan lihat," kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (12/4) malam.
Pada intinya, Pemprov DKI ingin mewujudkan penyediaan 250.000 hunian bagi warga DKI. Rumah ini harus disediakan dengan harga yang terjangkau. Pada awalnya, pengelolaan hunian itu akan dilakukan melalui pembentukan badan layanan umum daerah (BLUD). Namun, belakangan, Pemprov DKI memutuskan untuk membentuk unit pengelola teknis (UPT) terlebih dahulu.
"Kalau ke BLUD itu ada beberapa tahapan yang harus dilalui, tapi karena kita ingin mengejar, jadi kita lakukan yang bisa tereksekusi dengan cepat, (yaitu) UPT," kata Sandiaga.
Sebelumnya, Sandiaga mengatakan, Pemprov DKI hanya menargetkan untuk membangun 20 persen dari total 250.000 hunian yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Sisanya akan dibangun dengan kerja sama pihak swasta, BUMN, dan BUMD.
Politikus Gerindra itu menjelaskan, pembangunan sebanyak 20 persen hunian, atau sekitar 50 ribu unit, akan dibiayai dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dari pemerintah. Namun, jatah untuk DKI Jakarta hanya 437 unit. Sisanya akan dibiayai oleh pemprov melalui APBD. Saat ini, pemprov sedang menyiapkan skema FLPP khusus Jakarta.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Syarief, menjelaskan, total hunian yang harus disediakan Pemprov DKI sesuai dengan RPJMD adalah 250.000 unit. Apabila dibuat rata-rata, per tahun Pemprov DKI harus membangun 50.000 unit hunian.
Penyediaan hunian itu dibagi dalam tiga klaster. Klaster pertama ditujukan bagi warga berpendapatan di bawah Rp 4 juta. Kebutuhan ini akan dipenuhi dengan skema rusunawa yang jumlahnya mencapai sekitar 15.000 unit. Klaster kedua berupa rusunami yang jumlahnya sekitar 15.000 unit. Selain itu, ada pula yang dipenuhi melalui program rumah DP Nol yang jumlahnya sekitar 9.700 unit.
Klaster kedua ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan Rp 4 juta-Rp 7 juta. Klaster ketiga ditujukan bagi warga dengan penghasilan di atas Rp 7 juta. Kelompok ini dipenuhi melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), kewajiban koefisien lantai bangunan (KLB), maupun corporate social responsibility (CSR).