REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desain Permentan Nomor 38 Tahun 2017, khususnya Pasal 32 , sungguh bagus menuju swasembada bawang putih. Pasal tersebut mewajibkan importir menanam dan menghasilkan 5 persen bawang putih dari total pengajuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Permentan ini tentu sangat tidak disukai importir bawang putih yang tidak mencintai Indonesia sebagai negara agraris. Memang, implementasi kebijakan ini rentan manipulasi. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) membangun Sistem Pengendalian Intern penanaman bawang putih.
Untuk mendukung target swasembada bawang putih 2021, Kementerian Pertanian sejak Juli 2017 hingga April 2018 telah menerbitkan RIPH dengan volume sebesar 1,53 juta ton kepada 95 importir. Total luas wajib tanam adalah seluas 12.828 hektare dengan tenggat waktu terakhir realisasi paling lambat Desember 2018. Importir telah melakukan penanaman bawang putih di beberapa sentra, seperti Bandung, Garut, Cianjur, Sukabumi, Temanggung, Magelang, Tegal, Karanganyar, Batang, Pemalang, Brebes, Malang, Kota Batu, Banyuwangi, Bondowoso, Lumajang, Lombok Timur, Bima, Simalungun, Karo, dan Pakpak Barat.
Mengenai penyimpangan implementasi, Kementan pun tidak main-main. Untuk itu, Kementan mengajak masyarakat memanfaatkan saluran pengaduan yang tersedia di Kementan, yaitu melaui website di www.deptan.go.id/wbs , via SMS Pengaduan di nomor 0811 121 967, langsung ke Inspektorat Jenderal Kementan, atau melalui Portal Lapor yang dikelola oleh Kantor Staf Kepresidenan.
“Kementan tidak akan memberi toleransi terhadap importir nakal,” kata Kepala Bagian Humas Kementan, Marihot H Panggabean dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (22/4).
Menurut Marihot, pihaknya telah menghubungi Juru Bicara KPK Febridiansyah mengenai pernyataannya yang meminta masyarakat melaporkan indikasi tindak pidana korupsi program pertanian. “Justru kata yang bersangkutan, dia belum pernah diwawancarai tentang manipulasi data tanam bawang putih tersebut,” ujar Marihot.
Kendati demikian, dia melanjutkan, Kementan tetap akan menganggap pemberitaan tersebut sebagai bahan masukan untuk pengendalian wajib tanam bawang putih ke depannya.Marihot mengatakan, sampai saat ini Kementan juga merespons secara aktif temuan BPK. “Tidak ada toleransi terhadap penyimpangan, baik lewat pengaduan maupun lewat pemeriksaan BPK atau Itjen Kementan.”
Sesuai kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, kata dia, jika ada PNS Kementan terlibat, maka pasti diberikan hukuman disiplin berat sampai pada pemecatan. Menurut Marihot, Mentan tidak segan menindak aparat di bawahnya yang bermain untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Terbukti sudah 1.294 pegawai Kementan yang dipecat, dicopot atau didemosi jabatannya.
“Jika terkait dengan PNS lain, maka akan diserahkan kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan. Kami terbuka jika BPK menemukan kasus, Itjen segera menindaklanjuti.”
Ihwal keluhan petani terhadap kualitas bibit, Marihot menjelaskan, Kementan mengawasi kualitas bibit melalui mekanisme Sertifikasi Benih. Jika terbukti tidak sesuai sertifikat, pasti ditindak tegas, seperti minta penggantian benih atau tuntutan ganti rugi.
Kepada anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto, Kementan juga mengucapkan terima kasih atas perhatiannya. Namun, kata Marihot, baru-baru ini Komisi IV DPR telah melihat secara langsung pelaksanaan kegiatan wajib tanam bawang putih 5 persen di Kabupaten Temanggung pada 19 April 2018. Justru menurut Komisi IV DPR yang merupakan mitra Kementan, program tersebut berjalan bagus dan mengusulkan peningkatan wajib tanam menjadi 20 persen.
“Kami sampaikan juga bahwa untuk mengatasi kekhawatiran wajib tanam ini sudah diantisipasi berbagai pihak, termasuk dengan KPK. Di internal Direktorat Jenderal Hortikultura, terdapat tim verifikasi yang diwajibkan untuk selalu mengecek realisasi tanam yang dilaporkan importir dan melaporkannya ke pimpinan sebelum penerbitan RIPH,” ujar Marihor.
Selain itu, Itjen Kementan juga melakukan audit untuk memastikan (//assurance//) kebenaran laporan tim verifikasi. Selanjutnya, BPK pun dipersilakan untuk mengaudit pelaksanaan kegiatan tersebut.
Sementara ini, sambil menunggu hasil pemeriksaan Bareskrim, Kementan sudah tidak memproses lagi pengajuan RIPH dari importir yang terindikasi nakal. “Jadi, konsisten dengan arahan KPK, kami pun mengharap masyarakat aktif melapor penyimpangan program pertanian yang ada, baik ke KPK maupun ke Kementan atau pihak berwajib lainnya. Sampai saat ini, Itjen Kementan selalu merespons semua pengaduan masyarakat yang masuk ke saluran pengaduan di atas,” kata Marihot.