REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4), akhirnya menjatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Setya Novanto (Setnov) dalam perkara korupsi proyek KTP-el. Atas putusan ini, Setnov mengaku akan berpikir kembali untuk mengajukan banding.
"Saya akan pikir-pikir dahulu," kata Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Setnov dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Namun, majelis hakim tetap mewajibkan Novanto membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima, yaitu 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan Setnov ke KPK.
Dalam perkara ini, Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.
Setnov menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte LTd dan Delta Energy Pte Lte yang berada di Singapura, Made Oka Masagung.
Sementara itu, jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran.