Rabu 25 Apr 2018 05:19 WIB

Pantaskah Setnov Divonis 15 Tahun Penjara?

Setya Novanto mengaku terkejut atas putusan majelis hakim, juga pengamat hukum.

Terdakwa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto usai berdiskusi dengan penasehat hukum saat menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto usai berdiskusi dengan penasehat hukum saat menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Umar Mukhtar, Amri Amrullah

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP-el Setya Novanto. Vonis dijatuhkan dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/4).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, seperti dakwaan kedua menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta," kata ketua majelis hakim Yanto.

Vonis itu berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi dengan uang yang dikembalikan sebesar Rp 5 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Apabila dalam waktu tersebut tidak dibayar, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. "Dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama dua tahun," kata hakim Yanto.

Vonis majelis hakim lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut agar Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp 5 miliar subsider tiga tahun penjara.

Majelis hakim yang terdiri atas Yanto sebagai ketua majelis hakim dengan anggota majelis Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar, dan Sukartono juga mencabut hak politik terdakwa untuk menduduki jabatan tertentu selama beberapa waktu.

Hakim pun menolak permohonan Novanto sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator), seperti dalam tuntutan JPU KPK. "Karena jaksa penuntut umum menilai tedakwa belum memenuhi syarat untuk dijadikan saksi pelaku yang bekerja sama maka majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan permohonan terdakwa," kata hakim Anwar.

Dalam pertimbangannya, hakim Anwar menjelaskan, Novanto selaku anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar telah menerima fee terkait KTP-el yang berasal dari Anang Sugiana atau PT Quadra Solutions. Caranya dengan meminta PT Biomorf untuk mengeluarkan 'invoice' seolah-olah ada transaksi kemudian uang tersebut dikirim oleh Biomorf (Johannes Marliem) kepada Made Oka Masagung yang jumlahnya 3,8 juta dolar AS atas perintah Novanto.

Selain itu, Novanto melalui keponakannya, yaitu Irvanto Hendro Pambudi Cahyo, juga menerima uang dari Anang senilai total 3,5 juta dolar AS. Dengan begitu, besaran uang pengganti adalah sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititip terdakwa ke penyidik KPK.

"Terdakwa sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar," tutur hakim Anwar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement