REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Manajer Investasi, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai, pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya bersifat sementara.
"Pelemahan IHSG bukan disebabkan fundamental ekonomi atau kinerja emiten kita, namun lebih karena sentimen eksternal seperti kenaikan suku bunga acuan The Fed, kebijakan proteksionisme Amerika Serikat, dan kondisi geopolitik di Suriah, dan itu sentimennya sementara," ujar Chief Economist and Investment Strategist MAMI, Katarina Setiawan di Jakarta, Kamis (26/4).
Dengan demikian, lanjut dia, investor saham tidak perlu khawatir dengan fluktuasi saat ini. Beragam faktor dari dalam negeri masih akan menjadi pendukung pemulihan ekonomi Indonesia, seperti peningkatan belanja pemerintah dan ekspansi subsidi yang menopang daya beli, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), serta kinerja emiten di dalam negeri yang masih membukukan pertumbuhan.
"Kalau turun karena fundamental, mungkin perlu khawatir. Namun kalau bukan karena fundamental jangan panik, tetap berinvestasi sesuai dengan profil risiko investasinya," katanya.
Baca juga, IHSG Ikut Tergerus.
Ia mengemukakan sejumlah inisiatif telah diluncurkan pemerintah untuk mendukung daya beli, seperti pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk pegawai negeri sipil (PNS) dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, penurunan tarif tol, peningkatan penyerapan dana desa, dan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang lebih luas.
"Untuk mendukung pertumbuhan manufaktur, pemberian insentif pajak korporasi diberikan untuk investasi baru dan bagi korporasi yang melakukan ekspansi," paparnya.
Katarina Setiawan juga mengatakan terdapat beberapa faktor pendukung pasar finansial Indonesia, termasuk saham yakni bank sentral di kawasan Asia secara umum tetap akan menjaga suku bunga rendah di tengah kenaikan suku bunga The Fed.
"Kebijakan suku bunga rendah tetap bisa dilakukan karena adanya stabilitas inflasi, sinkronisasi pertumbuhan global, dan prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.
Kemudian, lanjut dia, belajar dari pengalaman masa lalu, ketegangan dagang Amerika Serikat dan Cina kemungkinan besar tidak akan berkembang menjadi perang dagang. Lagipula secara keseluruhan, eksposur perdagangan kawasan Asia ke Amerika Serikat masih cukup terkendali.
"Jika ketegangan meningkat, terdapat potensi bahwa daya saing produk Indonesia akan meningkat dan memberikan keuntungan bagi Indonesia," katanya.
Lalu, ia menambahkan ketegangan geopolitik di Suriah yang kemungkinan meningkatkan kenaikan harga minyak, sebetulnya berpotensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga tetap berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sebagai kunci dalam meredam volatilitas pasar finansial.