REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebaran sudah dekat, dan ritual mudik akan kembali terjadi. Jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) menjadi salah satu jalur paling sibuk selama masa itu. Menyangkut hal itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Pemerintah bersiap-siap dengan mengecek jembatan di jalur Pantura yang sudah berusia tua.
Berdasar data yang diperolehnya, jembatan di jalur Pantura rata-rata berusia 20 hingga 45 tahun dengan beberapa kerusakan yang mengkhawatirkan. Seperti di daerah Pangenan dan Ender, Cirebon, serta Losari dan Tanjung di Brebes.
Bamsoet, sapaan karibnya, meminta agar aparat pemerintahan terkait bersama pemerintah daerah setempat segera melakukan audit konstruksi. Selanjutnya, perlu dilakukan tinjauan ulang standar kelayakan dan keamanan fondasi jembatan.
"Selanjutnya, segera melakukan upaya perbaikan kerusakan yang ada, guna memperlancar arus lalu lintas dan meminimalisir kecelakaan, mengingat sudah memasuki jelang arus mudik lebaran 2018," kata Bamsoet, Kamis (26/4).
Perlakuan itu sebaiknya dilakukan juga di jalan nasional di seluruh Indonesia secara berkala. Terutama di kawasan perbatasan yang dilalui banyaknya angkutan bermuatan berat.
Politikus Golkar itu juga meminta Komisi V DPR mendorong Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bekerja sama dengan Kepolisian untuk memperketat razia di jalan raya. Termasuk di jalan tol terhadap truk-truk/tronton yang mengangkut muatan melebihi kapasitas.
"Guna meminimalisasi kerusakan jalan raya yang diakibatkan kelebihan muatan angkutan barang," imbuh Bamsoet.
Pada kesempatan itu, Bamsoet juga bicara soal belum terealisasinya 46 proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dalam perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) sejak disetujui pada 2017.
Menurutnya, komisi terkait di DPR sebaiknya segera bergerak mengingatkan mitranya di Pemerintahan, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pihak perbankan. Sebab berdasarkan informasi yang dia terima, pelaksanaan proyek itu agak seret karena perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) untuk pengembangan pembangkit listrik EBT sulit mendapatkan pendanaan dari pihak bank.
Dia juga mendorong Kementerian ESDM untuk melakukan pengecekan ulang perjanjian dengan IPP. Hal ini agar IPP yang memang tak berkualitas bisa lebih diseleksi di kesempatan berikutnya.
Di sisi lain, PT. PLN (Persero) dianggapnya perlu melakukan pengawasan terhadap IPP untuk segera menyelesaikan kontrak yang ada. Hal ini demi memastikan mereka benar-benar melaksanakan program itu. Bila IPP memang tidak mampu mengembangkan pembangkit listrik EBT, sebaiknya kontrak yang ada ditinjau ulang.
"Hal ini guna mewujudkan program Pemerintah untuk mengoptimalkan Biaya Pokok Produksi tenaga listrik dan Tarif Tenaga Listrik yang terjangkau oleh masyarakat," tandasnya.