Jumat 04 May 2018 19:14 WIB

Inggris Galang Kekuatan Aliansi Anti-Rusia

Inggris menggalang kekuatan anti-Rusia dalam pertemuan internasional.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
Lokasi penyerangan terhadap Sergei Skripal.
Foto: Jonathan Brady/PA via AP
Lokasi penyerangan terhadap Sergei Skripal.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris berencana memperkuat aliansi guna mendorong sikap anti-Rusia. Hal itu dilakukan sebagai respons dari penggunaan racun yang dilakukan terhadap mantan agen Rusia, Sergei Skripal di Salisbury dan senjata kimia di Suriah.

Inggris akan menggunakan serangkaian pertemuan internasional seperti G7, G20, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa untuk menggalang kekuatan tersebut. Pertemuan itu akan digunakan untuk menyerukan strategi komprehensif guna memerangi disinformasi yang dilakukan Rusia.

Inggris juga akan mendesak pemikiran ulang negara-negara aliansi atas dialog diplomatik dengan Moskow. Penguatan aliansi itu sekaligus untuk menemukan mekanisme guna menegakkan akuntabilitas atas penggunaan senjata kimia.

"Kementerian Luar Negeri menilai tanggung jawab Rusia atas peristiwa Douma dan Salisbury sebagai puncaknya dan kami berpikir dunia internasional masih bisa melakukan lebih dalam hal tersebut," kata seorang pejabat Whitehall seperti diwartakan Guardian, Jumat (4/5).

Inggris mengatakan bantahan Rusia atas peristiwa Salisbury dan Douma memperlihatkan sebuah negara yang tidak tertarik untuk bekerja sama guna mencapai kesepahaman bersama tentang kebenaran. Sebaliknya, Inggris menilai, kedua peristiwa tersebut digunakan Rusia untuk mencoba secara sistematis memecah belah dan menyebarkan keraguan di dunia barat.

Pemerintah Inggris mengatakan, kejahatan yang dilakukan Rusia tidak hanya dalam bidang keuangan tapi juga sudah menjalar dalam bidang keamanan dan ancaman luar negeri. Inggris menilai diperlukan adanya sanksi baru bagi Rusia meski hal tersebut berpotensi merusak perekonomian London dalam jangka pendek.

Inggris berupaya mengejar strategi isolasi yang lebih luas kepada Rusia melalui sejumlah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) mendatang. Pengucilan itu meliputi keamanan dunia maya, postur militer NATO, sanksi terhadap oligarki Presiden Rusia Vladimir Putin, dan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap disinformasi Moskow.

Hubungan Inggris dan Rusia menjadi tidak harmonis usai peristiwa racun terhadap Skripal. Hubungan kedua negara terus memburuk setelah Inggris mengusir 23 diplomat Rusia dari London sebagai respons atas peristiwa tersebut.

Sejumlah negara Eropa, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Australia turut melakukan pengusiran terhadap diplomat-diplomat Rusia. Hal itu dilakukan sebagai dukungan terhadap Inggris.

Rusia lantas membalas dengan memulang 23 dilomat Inggris. Moskow juga menutup seluruh operasional British Council di sana.

Inggris kemudian juga melakukan serangan ke Suriah bersama AS dan Prancis. Serangan rudal dilakukan sebagai respons atas tuduhan serangan senjata kimia yang dilakukan pemerintah Suriah yang mendapat dukungan dari Rusia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement