REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan (Aman) Yogyakarta meminta Polda Yogyakarta mengusut tuntas kasus vandalisme di sana. Yaitu, tentang ancaman pembunuhan terhadap Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.
"Kami meminta para pelaku pencoretan segera ditangkap," kata Juru Bicara Aman, Agung Budyawan di Markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Mapolda DIY), Jumat (4/5).
Di sekitar lokasi aksi demo yang berujung anarkis di simpang tiga Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga pada 1 Mei 2018, ditemukan coretan bernada ancaman ke Gubernur DIY yakni "Bunuh Sultan", tepatnya di dinding dan papan baliho yang berlokasi tidak jauh dari pos polisi yang dilempari bom molotov.
Agung menduga aksi anarkis beserta coretan tulisan provokatif itu telah direncanakan secara sistematis. Tulisan itu, menurutnya, tidak hanya bermuatan ancaman terhadap diri Sultan HB X, namun juga menyinggung harga diri masyarakat Yogyakarta.
"Kami berharap kinerja kepolisian untuk menuntaskan kasus ini. Tulisan provokasi itu sudah di luar nalar, melukai batin dan menyinggung harga diri masyarakat Yogyakarta," kata Agung.
Karena itu, menurut dia, kedatangan Aman ke Mapolda DIY selain untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus aksi demo anarkis di simpang tiga UIN Sunan Kalijaga, juga untuk mengawal pengusutan pelaku pencoretan tulisan provokatif yang menyebut nama Sultan HB X.
Ia berharap pelaku pencoretan tersebut segera diungkapkan dan dihukum sesuai hukum yang berlaku.
"Tadi dijelaskan untuk orang yang menulis coretan provokatif disebutkan karena penyidikan masih terus berjalan dan untuk mengetahuinya harus berdasarkan alat bukti yang ada," kata dia.
Sebelumnya, Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dhofiri memastikan selain terkait pelemparan bom molotov, Polda DIY juga akan menelusuri oknum yang menuliskan kalimat bernada ancaman ke Gubernur DIY yakni "Bunuh Sultan" di papan baliho yang berlokasi tidak jauh dari pos polisi yang dibakar.
"Pelaku penulis masih kami dalami karena mereka memakai penutup dan lain-lain. Kami hati-hati dan tidak serampangan menetapkan orang sebagai tersangka, harus ada bukti dan saksi," kata Dhofiri.