REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada Rabu (9/5) bahwa tiga warga AS yang ditahan oleh Korea Utara (Korut) telah dibebaskan. Ia mengatakan ketiga warga AS itu sedang dalam perjalanan pulang dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
"Saya senang untuk memberitahu Anda bahwa Menlu Mike Pompeo dalam perjalanan kembali dari Korut dengan tiga pria AS. Mereka tampaknya dalam keadaan sehat," tulis Trump di Twitter.
Pembebasan tahanan AS itu segera ditanggapi Korea Selatan (Korsel). Korsel mengatakan hal itu merupakan langkah positif untuk pembicaraan mendatang antara Trump dan Kim. Korsel juga meminta Pyongyang untuk membebaskan enam tahanan Korsel.
Pompeo tiba di ibu kota Korut, Pyongyang, Rabu pagi dari Jepang. Ia langsung menuju Hotel Koryo untuk pertemuan.
Tahanan AS yang dibebaskan di antaranya adalah misionaris Korea-Amerika Kim Dong-chul dan Kim Sang-duk, yang juga dikenal sebagai Tony Kim. Tony Kim menghabiskan satu bulan untuk mengajar di Universitas Sains dan Teknologi Pyongyang yang didanai asing (PUST) sebelum dia ditangkap pada 2017. Tahanan terakhir adalah Kim Hak-song, yang juga mengajar di PUST.
Sebelumnya, satu-satunya warga AS yang dibebaskan oleh Korut selama kepresidenan Trump adalah Otto Warmbier. Warmbier merupakan seorang mahasiswa berusia 22 tahun yang kembali ke AS dalam keadaan koma musim panas lalu setelah 17 bulan ditahan. Dia meninggal beberapa hari kemudian.
Kematian Warmbier semakin menambah ketegangan AS-Korut, yang sudah berlangsung pada saat uji coba rudal Pyongyang. KTT Korut- AS yang akan datang telah memicu kebingungan diplomasi. Jepang, Korsel, dan Cina mengadakan pertemuan tingkat tinggi di Tokyo pada Rabu.
Namun, Korut mengingatkan AS bahwa masih ada ketegangan di antara kedua negara. Korut memperingatkan AS agar tidak mengeluarkan pernyataan maupun tindakan yang dapat merusak suasana dialog.
"AS terus-menerus berpegang teguh pada kebijakan permusuhan terhadap Korut, menyesatkan opini publik. Perilaku seperti itu dapat mengakibatkan membahayakan keamanan negara sendiri," tulis media negara Korut.