REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong agar Revisi Undang-Undang (UU) terkait tindak pidana terorisme bisa segera dirampungkan. Jika revisi UU tersebut selesai maka pemerintah bisa melibatkan jajaran TNI untuk membantu aparat kepolisian dalam mencegah aksi terorisme.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pelibatan TNI dalam proses pencegahan bersama kepolisian bisa dijalankan berdasarkan kebutuhan. Keikutsertaan tersebut bisa dalam bentuk Badan Intelijen Strategis (BAIS) untuk membantu tim-tim intelijen dari kepolisian. "Bahkan secara represif bisa menggunakan satuan-satuan Gultor yang telah disiapkan. Nanti tergantung dari kepentingan di lapangan," kata Moeldoko, Senin (14/5).
Mantan Panglima TNI tersebut menuturkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan rapat terbatas di Polda Jawa Timur terkait pemberantasan dan pencegahan terorisme. Jokowi pun telah mengintruksikan agar Kepolisian dan TNI bekerja sama dalam mengantisipasi terorisme. Instruksi tersebut termasuk menangkap para teroris hingga ke akar-akarnya.
Moeldoko mengatakan bahwa Kepolisian sebenarnya telah mengetahui pembentukan sel-sel terorisme dan siapa saja yang ada di balik layar termasuk mereka yang kemungkinan akan menjadi pelaku teror. Namun, tanpa undang-undang yang diatur maka kepolisian tidak bisa melakukan langkah preventif dalam pencegahan termasuk mengamankan mereka yang mencurigakan.
"Kalau sudah diberlakukan (undang-undang antiterorisme) maka begitu ada indikasi bisa langsung ditangkap," kata Moeldoko.
Terkait dengan aksi pengebomanan lanjutan di Polrestabes Surabaya, Moeldoko meminta masyarakat tetap tenang. Hal itu karena aparat keamanan sudah mendapatkan perintah yang jelas dan tegas dari Presiden untuk memberikan tindakan tanpa ampun kepada para pelaku teror.