REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan, larangan calon anggota legislatif (caleg) dari mantan narapidana kasus korupsi sangat rentan digugat ke Mahkamah Agung (MA). DPR mengingatkan KPU agar siap menghadapi potensi gugatan itu.
"Silakan saja jika demikian (KPU tetap memberlakukan larangan) tetapi, kemarin kesimpulan rapat adalah Komisi II, Bawaslu, dan pemerintah tetap mengikuti aturan undang-undang untuk syarat pencalonan caleg. Kemudian kalau KPU membuat aturan yang di luar undang-undang ya silahkan. Kan pasti ada yang menggugat (peraturan KPU) itu," ujar Amali kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).
Gugatan yang dimaksud, lanjut dia, bisa berasal dari masyarakat umum maupun pihak lain. Namun, menurut Amali, Komisi II DPR tidak akan mengajukan gugatan uji materi atas aturan tersebut.
"Jika nanti ada gugatan, maka harus dihadapi. Artinya, DPR, pemerintah dan Bawasku terlepas dari gugatan itu karena kesimpulan kami kemarin sudah jelas bahwa kami tetap berpegang teguh kepada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017," lanjutnya.
Amali menegaskan jika semangat antikorupsi dalam pemilu harus didukung. Tetapi, DPR tidak mau melanggar undang-undang. "Tidak boleh jugakarena kita kemudian antikorupsi kemudian hal yang tidak diatur dalam undang-undang mau kita buat-buat (aturan baru). Tidak boleh," ungkapnya.
Artinya, Amali menilai jika ingin menerapkan larangan mantan koruptor menjadi caleg, harus mengubah aturan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 terlebih dulu. Saran lainnya, kata dia, dengan membuat surat edaran atau imabuan kepada parpol untuk tidak mencalonkan mantan koruptor sebagai caleg.
"Hal tersebut merupakan tawaran yang bijaksana dari kami, kalau tidak mau dijalani ya silahkan," tegasnya.
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg akan tetap diberlakukan. Hal ini sesuai dengan keputusan rapat pleno yang dilakukan oleh KPU untuk menyikapi penolakan larangan tersebut oleh DPR, pemerintah dan Bawaslu.
"Kami tetap untuk tidak memperbolehkan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg. Jadi tetap sebagaimana yang ada dalam rancangan terkahir dari Peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan anggota DPR, anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota," tegas Pramono.
Baca: KPU Pastikan Mantan Koruptor tak Boleh Jadi Caleg
Sebelumnya, pada Selasa (22/5), Komisi II DPR, pemerintah dan Bawaslu, sepakat menolak usulan KPU tentang larangan calon anggota legislatif dari mantan narapidana kasus korupsi. Ketiga pihak sepakat bahwa larangan itu harus memperhatikan pasal 240 ayat 1 huruf (g) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Hal tersebut menjadi salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR, KPU, Bawaslu dan pemerintah yang diwakili oleh Kemendagri pada Selasa (22/5). "Kamimenyepakati aturan larangan mantan narapidana korupsi dikembalikan peraturannya pada pasal 240 ayat 1 huruf (g) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017," ujar anggota Komisi II DPR Nihayatul Wafiroh, saat membacakan kesimpulan pada Selasa.
Adapun pasal 240 mengatur tentang persyaratan bakal balon anggota DPR, DPRD Provinsi danDPRD kabupaten/kota. Bunyi ayat 1 huruf (g) yakni bakal caleg harus memenuhi syarat 'tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana'.