Rabu 23 May 2018 17:00 WIB

Soal Penyerangan Ahmadiyah, PBNU Minta Kedepankan Dialog

Perbedaan pendapat harus diselesaikan dengan cara yang bijaksana.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menanggapi kasus penyerangan terhadap anggota komunitas Ahmadiyah di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu, (19/5) lalu. Helmy mengatakan bahwa Islam tidak pernah membenarkan cara-cara kekerasan.

Apapun alasannya, menurut dia, penyerangan dengan kekerasan tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Karena itu, dia menyarankan agar selalu mengedepankan dialog.

"Islam mengajarkan kedamaian. Jika ada perbedaan, kedepankan tabayyun dan dialog," ujar Helmy, Rabu (23/5).

Helmy menegaskan bahwa perbedaan pendapat harus diselesaikan dengan cara yang Arif dan bijaksana. "Hal ini sudah dijelaskan di dalam Alquran. Islam mengajarkan metode berdakwah sebagai An-Nahl ayat 125 bahwa dakwah itu harus dialogis, dengan hikmah dan juga perdebatan yang santun. Bukan dengan kekerasan," ucapnya.

Menurut Helmy, insiden yang menimpa jamaah Ahmadiyah tersebut terjadi lantaran minimnya dialog. Apapun yang terjadi, dialog dan musyawarah harus dikedepankan untuk masa depan yang lebih damai dalam kebinekaan, kata Helmy.

Sebelumnya, gerombolan massa menyerang anggota komunitas Ahmadiyah di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu, (19/5) lalu. Dilaporkan massa tersebut mengusir tujuh kepala keluarga yang berjumlah 24 orang sebagai upaya untuk mengusir komunitas tersebut dari Lombok Timur.

Bukan hanya mengusir, massa juga merusak sebuah rumah milik jamaah Ahmadiyah malam harinya. Pada Ahad (20/5) pagi, massa kembali melakukan aksi perusakan rumah warga Ahmadiyah lainnya.

Aksi penyerangan terhadap anggota komunitas Ahmadiyah tersebut menyebabkan 24 orang dievakuasi ke kantor Polres Lombok Timur, delapan rumah rusak, serta empat sepeda motor hancur.

Baca: Ini Duduk Perkara Insiden Ahmadiyah di Lombok Timur

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigjen Mohammad Iqbal menuturkan, dalam penanganan kasus penyerangan jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur, polisi mengedapankan faktor persuasif. Penyerangan ini pun sejauh ini masih dinilai sebagai suatu spontanitas.

"Polri dalam hal ini melihat, kejadian ini spontan. Tidak ada motif, maka dari itu Polri ingin bahwa kita kedepankan upaya-upaya persuasif," kata Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (23/5).

Kendati demikian, Iqbal mengatakan, tidak menutup kemungkinan polisi bisa mengambil tindakan hukum berdasarkan perkembangan bukti dan keterangan yang didapat. Iqbal mengatakan, kepolisian tetap melakukan pengambilan dari sejumlah orang-orang yang nanti akan menjadi saksi dan keterangan. Sejauh ini, tujuh orang sudah dimintai keterangan terkait penyerangan ini.

Saat ini, Polda Nusa Tenggara Barat masih terus melakukan pemulihan keadaan dan memberikan perlindungan kepada korban dengan berkoordinasi dengan pemerintah setempat. Selaim itu, kepolisian juga mengajak elemen masyarakat termasuk organisasi keagamaan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.

"Polri dalam kasus ini mengedapankan upaya pencegahan. Upaya penanggulangan, sebelum melakukan upaya penegakan hukum. Karena ini dinilai lebih efektif," ucap Iqbal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement