REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Mabes Polri, Kamis (24/5), menjelaskan soal proses pembuatan bom di Surabaya yang akhirnya diledakkan oleh terduga teroris di sejumlah gereja dan kantor polisi beberapa waktu lalu. Proses pembuatan bom tersebut dibuat saat Densus 88 Antiteror sedang lengah atau mengendurkan pengawasannya.
Hal inilah yang membuat terduga teroris memanfaatkannya. Sehingga, mereka bisa meracik bom tanpa diketahui oleh Densus 88.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, Densus sempat mengendurkan pengawasan sekitar tiga bulan terakhir sebelum terjadi teror. Menurutnya, Densus mengendurkan pengawasan lantaran melihat agak dikendorkan karena melihat pelaku, yakni Dita Oepriarto sudah bersosialisasi bersama masyarakat dengan baik.
"Kelihatannya ini dimanfaatkan oleh mereka untuk membuat bom itu sendiri. Iya, saat Densus mengendurkan pengawasannya mereka memanfaatkan untuk membuat bom," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (24/5).
Polisi sejauh ini telah mengidentifikasi dua pembuat bom di Surabaya, yakni Dita untuk bom gereja dan Anton untuk bom Rumah Susun Wonocolo, Sidoarjo. Hasil penyelidikan, keduanya membuat bom tersebut perseorangan.
Setyo menjelaskan, kecurigaan masyarakat sekitar tersamarkan karena istri tersangka Dita adalah pembuat herbal. Sehingga, proses pembuatan bom tersamarkan dengan proses pembuatan obat herbal istri Dita.
Sementara untuk Anton, Setyo menuturkan, berdasarkan keterangan keluarganya, kemampuan meracik bom didapatkan dari tontonan video. "Itu manualnya dipelajari saat sama-sama pengajian," kata dia.
Baca: Polisi Amankan Bahan-Bahan Dasar Bom dari Rumah Dita
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, pelatihan membuat bom yang sedang berkembang saat ini adalah via online (dalam jaringan). Informasi soal bahan peledak dan lainnya yang saling berkaitan dengan proses pembuatan bom dilakukan tanpa harus bertatap muka.
Selain itu, pelatihan cara pembuatan bom di Jawa Timur juga dilakukan lewat jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Surabaya. “Saya sampaikan ke Ketua DPR DPR dan rombongan mengenai bagaimana penanganan media sosial. Karena selama ini banyak sekali online-online training, website, radikal dan lain-lainnya yang masuk membuat pemahaman mereka menjadi global,” kata Tito pekan lalu.
Baca: Warga Rungkut Mengaku Suka Diceramahi Pelaku Bom Surabaya
Kepolisian juga berupaya untuk mengatur penggunaan media sosial melalui nota kesepahaman dengan para penyedia jaringan. Jika diperlukan, kata Tito, perlu juga adanya aturan-aturan khusus mengenai penggunaan media sosial.
Kronologis bom di Surabaya dan Sidoarjo.