REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan biaya kesehatan di DKI saat ini telah jauh menurun. Sebab, pemerintah telah mengalokasikan sebanyak 17 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk bidang kesehatan.
"Biaya kesehatan memang sekarang kalau di DKI sudah terpetakan jauh menurun karena yang kita alokasikan dana 17 persen (dari APBD)," kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (24/5).
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan DKI Jakarta merupakan satu dari tiga provinsi yang mendapatkan penghargaan Universal Health Coverage. Ia ingin memastikan bahwa program-program kesehatan Pemprov DKI tak hanya mencakup upaya kuratif dan rehabilitatif, namun juga promotif dan preventif.
Lebih lanjut, ia ingin menciptakan lapangan kerja di bidang kesehatan. "Dan ini nanti pada akhirnya akan menurunkan beban kepada pemerintah untuk biaya kesehatan," ujar dia.
Salah satu program yang diklaim punya peran dalam menurunkan biaya kesehatan yaitu One Kelurahan with Outstanding Care (OK Ocare). Program ini diklaim bisa meningkatkan upaya promotif-preventif dengan mengidentifikasi dan mengantisipasi munculnya penyakit. Upaya ini didorong dari kelurahan-kelurahan.
"Dan kita sekarang sudah punya puskesmas di level kelurahan. Itu yang nanti kita harapkan akan menurunkan biaya kesehatan," ujar dia.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengatakan sebenarnya biaya kesehatan di DKI tidak menurun. Namun, biaya itu telah berhasil ditanggung oleh pemerintah, sehingga beban masyarakat berkurang. "Bukan berkurang, tapi sudah tercover," kata Koesmedi saat dihubungi Republika, Kamis (24/5).
Hingga saat ini jangkauan program Universal Health Coverage di DKI telah mencapai 98,19 persen. Biaya paling tinggi dikeluarkan untuk perawatan pasien di ruang perawatan intensive (ICU).
Senada dengan Sandiaga, Koesmedi menjelaskan, ke depan biaya kesehatan tidak hanya mencakup perawatan pasien, namun juga pencegahan. "Tidak hanya untuk yang sudah sakit tapi yang belum sakit juga," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung salah satu daerah yang tinggi biaya berobatnya, yakni DKI Jakarta. Hal ini disampaikan Jokowi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan secara langsung dan juga di hadapan para penerima JKN-KIS di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5).
Dalam acara tersebut, terdapat empat provinsi yang menerima penghargaan terkait perlindungan kesehatan terbaik di rumah sakit dengan persentase hingga 95 persen. Keempat provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Gorontalo, Papua Barat, dan juga Aceh.
"Saya kira empat provinsi tadi sangat bagus sekali, di DKI Jakarta, Gorontalo, di Papua Barat, kemudian di Aceh juga sudah di atas 95 persen. Sangat bagus sekali," ujar Jokowi.
Jokowi pun kemudian menyebut, banyak juga pasien dari Jakarta yang harus mendapatkan pengobatan yang cukup mahal. Beberapa di antaranya ada di Jakarta.
"Ada yang di Jakpus Rp 435 juta. Harus dibayar itu kewajiban kita. Di Jakarta Pusat ada (pasien yang berobat hingga) Rp 356 juta. Ya dibayar. Jakarta mahal-mahal kalau sakit, Pak Gub. Memang Jakarta mahal," singgung Jokowi.
Biaya pengobatan yang tinggi juga ditemukan di kota lainnya, seperti di Karanganyar yang mencapai Rp 1,98 miliar. Sementara itu, di Denpasar, pemerintah juga menanggung biaya pengobatan seorang pasien hingga Rp 467 juta. Ia mengatakan tugas pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan.
"Ya sudah jadi tugas pemerintah ya kalau dicek benar BPJS, Pak Dirut bayar ya harus bayar," ujar dia.