REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menegaskan, hingga saat ini tidak ada perubahan dalam aturan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Perbedaan sikap antara Presiden dan Wakil Presiden dalam menyikapi larangan tersebut tidak memengaruhi sikap KPU.
"Soal itu (perbedaan sikap) sama sekali tidak memengaruhi sikap kami," ujarnya lewat pesan singkat kepada Republika.co.id, Kamis (31/5).
Ilham melanjutkan, KPU memang membutuhkan waktu untuk melakukan finalisasi terhadap aturan yang masuk dalam rancangan peraturan KPU (PKPU) pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota itu. Karena itu, sejak Rabu (30/5), finalisasi terhadap draf tersebut masih dilakukan. Meski demikian, Ilham menegaskan bahwa tidak ada perubahan substansi aturan larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi selama finalisasi berlangsung.
"Sama sekali tidak ada perubahan. Kami hanya memastikan bahwa tidak ada kekeliruan dalam perumusannya. Insya Allah rancangan PKPU kami kirimkan ke Kemenkumham pekan ini," kata Ilham menegaskan.
Sebagaimana diketahui, larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi tertuang dalam pasal 7 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Peraturan itu berbunyi 'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi'.
Baca juga: Presiden Jokowi: Mantan Koruptor Nyaleg Itu Hak
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan tanggapannya terkait rencana KPU yang melarang mantan napi kasus korupsi untuk ikut maju menjadi caleg. Menurut dia, mantan napi kasus korupsi juga memiliki hak politik setelah menjalani hukuman.
"Kalau saya itu hak. Hak seseorang berpolitik," ujar Jokowi di Uhamka, Jakarta Timur, Selasa (29/5).
Ia berkata, hak berpolitik mantan narapidana korupsi itu juga diatur dalam konstitusi. Karena itu, menurut dia, KPU dapat mengkaji kembali kebijakan tersebut. "Ya itu konstitusikan apa, memberikan hak, tapi silakan KPU ditelaah," kata Jokowi.
Jokowi juga mencontohkan, KPU dapat memperbolehkan mantan napi korupsi maju menjadi caleg. Namun, KPU dapat memberikan tanda khusus sebagai informasi kepada masyarakat bahwa caleg tersebut merupakan mantan napi kasus korupsi.
Baca juga: Beda dengan Jokowi, JK Setuju Eks Koruptor Dilarang Nyaleg
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung peraturan KPU yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
Kalla berharap peraturan tersebut dapat efektif mengurangi korupsi di DPR RI. "Saya sudah setuju supaya betul-betul DPR punya wibawa yang baik," ujar Kalla ketika ditemui di kantornya, Rabu.
Kalla mengatakan, ada kecenderungan masyakarat melihat latar belakang calon legislatif yang akan dipilih. Dia pun mengibaratkan pencalonan anggota legislatif seperti melamar pekerjaan.
Kalla mengatakan bahwa ketika seseorang hendak melamar pekerjaan, dia harus menyertakan surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian. Karena itu, usulan KPU tersebut cukup baik agar mengurangi kecacatan di lingkungan DPR.
"Bekerja saja harus ada surat berkelakuan baik, nah apalagi menjadi anggota DPR. Jadi, kalau anggota DPR-nya cacat, bagaimana nantinya," kata Kalla.