Rabu 06 Jun 2018 16:02 WIB

Ini Jaminan Tim Perumus RKUHP Bahwa KPK tak akan Dilemahkan

KPK sebelumnya keberatan delik korupsi masuk ke dalam revisi KUHP.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Gedung KPK (ilustrasi)
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Gedung KPK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Tim Panitia Kerja Pemerintah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Muladi memastikan disahkannya RKUHP dalam waktu dekat tidak akan mengganggu kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Muladi dalam tindak pidana pokok yang ada di dalam RKUHP memiliki semangat yang sama dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"(RKUHP) Tidak akan mengganggu atau mengurangi kewenangan KPK, undang-undangnya juga sama, core crime-nya juga sama. Kalau membaca KUHP itu yang utuh, jangan sporadis," kata Muladi di Gedung Kemenkumham, Rabu (6/6).

Muladi menegaskan adanya RKUHP tidak akan mengurangi kewenangan, mengganggu kewenangan KPK. Menurutnya, adanya kritikan terhadap RKUHP lantaran mereka tak membaca aturan peralihan yang tertuang dalam Pasal 729, sehingga menganggap kewenangannya akan dihilangkan. Pasal 729 adalah aturan peralihan yang menyatakan, bahwa saat KUHP mulai berlaku nantinya ketentuan tentang tindak pidana khusus dalam UU tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam UU masing-masing

Padahal, kata Muladi lembaga yang menangani tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi tetap dapat menangani berdasarkan kewenangan lembaga tersebut yang diatur dalam undang-undang masing-masing. Menurutnya, tindak pidana korupsi dalam undang-undang tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam undang-undang masing-masing yakni KPK, ada BNN, ada PPATK, ada Komnas HAM.

Lebih dari itu ia menjelaskan, tindak pidana korupsi dimasukkan dalam Bab Tindak Pidana Khusus dengan tetap dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, sehingga, tidak ada kekhawatiran terkait dengan kompetensi pengadilan tindak pidana korupsi untuk mengadili perkara tindak pidana korupsi yang diatur dalam RUU tentang KUHP. Dalam tindak pidana korupsi yang terkenal tindak pidana pokoknya adalah Pasal 2 dan Pasal 3 pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Yaitu Pasal 2 melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dan kerugian keuangan negara. Kalau Pasal 3 itu menyalahgunakan wewenang dan suap. Itu adalah core-nya," kata dia.

Sehingga, sambung Muladi tak mungkin pemerintah melemahkan KPK melalui perubahan RKUHP. "Jadi ini sangat penting untuk diperhatikan, persoalannya apakah kami akan melemahkan KPK, apakah kami akan mendeligitmasi tindak pidana korupsi, sama sekali tidak ada," tegas Muladi.

Anggota tim perumus RKUHP lainnya, Hakristuti Harkrisnowo juga meminta agar KPK tidak perlu khawatir kehilangan fungsi dalam menangani tindak pidana korupsi. Penanganan kasus korupsi dinilai telah diatur dalam Pasal 14 UU Pemberantasan Tipikor.

"Artinya walaupun (tindak pidana korupsi) ada di dalam KUHP, tindak pidana korupsi ini tetap menjadi kewenangan KPK dan penegak hukum lain," kata dia.

photo
Infografis Keberatan KPK dalam Revisi KUHP

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement