REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Angkatan laut Cina mengadakan pelatihan militer yang mencontohkan cara menghalau serangan udara dengan menggunakan peluru kendali di kawasan sengketa Laut Cina Selatan, Jumat (15/6). Pelatihan tersebut diadakan pada saat Beijing dan Washington saling tuding mengenai siapa bertanggung jawab atas semakin tinggi ketegangan di wilayah Laut Cina Selatan.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menyatakan keprihatinan saat berkunjung ke Beijing pada Kamis terkait upaya Cina memiliterisasi jalur perdagangan tersibuk di dunia itu. Pernyataan Pompeo keluar setelah muncul serangkaian kegiatan Amerika Serikat di kawasan itu. Hal itu termasuk beberapa laporan pada pekan lalu, yang menyatakan pesawat pengebom B-52 milik angkatan udara Amerika Serikat terbang di Laut Cina Selatan, dan langsung ditanggapi dengan keras oleh Beijing.
Sementara itu, angkatan laut Cina menggelar sebuah simulasi serangan rudal di wilayah Laut Cina Selatan dengan menggunakan tiga pesawat nirawak yang terbang di atas sebuah formasi kapal dalam ketinggian yang bervariasi, demikian laporan surat kabar milik militer Cina. Pelatihan tersebut dilakukan sebuah basis militer untuk menyiapkan pertempuran nyata untuk menghalau serangan udara dari kubu asing, setelah pimpinan Cina menganggap gagal latihan-latihan sebelumnya.
Amerika Serikat dan Cina sering melempar tuduhan mengenai siapa yang melakukan militerisasi di Laut Cina Selatan. Beijing menyalahkan Washington atas operasi kebebasan navigasi yang justru semakin membuat panas situasi. Washington mengatakan operasi tersebut diperlukan untuk mengimbangi upaya Cina dalam membatasi pelayaran di perairan strategis itu.
Sebuah kapal perusak milik angkatan laut Amerika Serikat berlayar melalui kawasan yang diklaim Cina pada Mei lalu, hanya beberapa hari setelah Washington tidak mengundang Beijing untuk mengikuti latihan militer internasional besar. Namun, pengamat mengatakan operasi "kebebasan berlayar" dari Amerika Serikat tidak punya dampak apa-apa untuk mengubah perilaku Cina dan hanya menilainya sebagai aksi simbolik.
Cina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina adalah yang saling berebut klaim atas kawasan Laut Cina Selatan.