Seorang Akademisi yang tergabung dalam Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) memperlihatkan poster bertuliskan (FOTO : Republika/Mahmud Muhyidin)
Seorang Akademisi yang tergabung dalam Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) memperlihatkan syarat gugatan di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/6). (FOTO : Republika/Mahmud Muhyidin)
Seorang Akademisi yang tergabung dalam Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) memperlihatkan poster bertuliskan (FOTO : Republika/Mahmud Muhyidin)
Seorang Akademisi yang tergabung dalam Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) memperlihatkan poster bertuliskan (FOTO : Republika/Mahmud Muhyidin)
Seorang Akademisi yang tergabung dalam Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) memperlihatkan poster bertuliskan (FOTO : Republika/Mahmud Muhyidin)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah aktivis mengajukan permohonan uji materi pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/6).
Salah satu pemohon uji materi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), Hadar Nafis Gumay, mengatakan, ada sembilan alasan yang mendasari permohonan tersebut. Salah satu alasan gugatan adalah presidential threshold berpotensi menghadirkan capres tunggal.
Advertisement