Rabu 27 Jun 2018 14:02 WIB

Australia Didesak Putuskan Hubungan dengan Militer Myanmar

Australia juga diminta dukung penuntutan terhadap 13 pejabat keamanan senior Myanmar

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah anak Rohingya bermain di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Sejumlah anak Rohingya bermain di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amnesty International telah mendesak Australia untuk memutuskan semua hubungan keuangan dengan militer Myanmar. Australia juga diminta mendukung penuntutan terhadap 13 pejabat keamanan senior Myanmar di pengadilan pidana internasional (ICC) atas kekejaman yang dilakukan terhadap etnis Rohingya.

Saat kekerasan meletus di Negara Bagian Rakhine tahun lalu, militer sejumlah negara di seluruh dunia, termasuk Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat (AS), Perancis dan Kanada, telah memutuskan hubungan dengan militer Myanmar, Tatmadaw. Pemutusan hubungan itu disebabkan oleh penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, yang sangat menunjukkan tindakan yang disengaja untuk mengusir etnis minoritas tersebut.

Namun, Australia tetap bekerja sama dengan militer Myanmar. Negara itu bahkan menawarkan bantuan sebesar 400 ribu dolar AS untuk kemanusiaan, bencana, pemeliharaan perdamaian, dan kelas bahasa Inggris.

"Australia harus menangguhkan semua kerja sama militer dan bantuan untuk militer Myanmar," kata pengacara hak asasi manusia (HAM) dan koordinator kampanye Amnesti International, Diana Sayed, dikutip The Guardian.

“Sangat memalukan Australia masih mempertahankan hubungan ini, saat negara lain dengan sangat tegas memutusnya. Ini bukan masalah besarnya jumlah uang yang diberikan, tetapi ini masalah simbolis. Sikap tegas akan memastikan kita berada di sisi positif sejarah terkait hak asasi manusia," tambah dia.

Namun Pemerintah Australia mengatakan, dengan terus menjalin hubungan dengan militer Myanmar, Australia dapat membantu Myanmar menuju transisi demokrasi. Militer Myanmar diketahui mendominasi parlemen negara dan mengontrol jabatan-jabatan penting di pemerintahan.

"Hubungan ini dirancang untuk membantu Tatmadaw agar bisa menyoroti pentingnya mematuhi hukum humaniter internasional yang modern dan profesional," ujar Departemen Pertahanan Australia dalam sebuah pernyataan yang diungkapkan di bawah undang-undang kebebasan informasi.

Australia telah menyumbangkan 70 juta dolar AS untuk membantu warga Rohingya yang telah melarikan diri dengan melintasi perbatasan ke kamp pengungsi Cox's Bazar di Bangladesh. Australia juga telah mengalokasikan dana bantuan sebesar 76.9 juta dolar AS untuk Myanmar.

Laporan terbaru Amnesti International yang dirilis di New York pada Rabu (27/6), menyebutkan nama-nama pejabat militer dan polisi Myanmar yang diduga terlibat dalam aksi pembunuhan, perkosaan, dan penyiksaan terhadap orang-orang Rohingya. Panglima militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, yang pada April lalu bertemu Duta Besar Australia untuk Myanmar, Nicholas Coppel, di Naypyitaw, juga ada dalam daftar itu.

Selain Jenderal Hlaing, ada juga wakil Panglima Jenderal Soe Win, yang mengadakan pertemuan dengan Panglima Angkatan Darat Australia, Letnan Jenderal Angus Campbell, di Seoul pada September lalu. Jenderal Maung Maung Soe, komandan komando barat di Negara bagian Rakhine, juga disebut dalam daftar.

Pemerintah Myanmar memecat Jenderal Maung Maung Soe minggu ini setelah sanksi langsung dikenakan terhadapnya dan enam pejabat militer lainnya oleh Uni Eropa. Amnesty International ingin negara-negara besar, termasuk Australia, memberikan dukungan agar 13 pejabat militer Myanmar diadili di ICC.

Laporannya merinci tuduhan yang menyebutkan tentara Myanmar telah diberi perintah untuk menembak setiap warga Rohingya, jika ditemukan adanya kegiatan militan. Sebuah rekaman audio yang diperoleh Amnesty International menunjukkan seseorang yang mengaku sebagai perwira militer Myanmar mengatakan sesuatu kepada seorang warga Rohingya di Desa Inn Din.

“Kami mendapat perintah untuk membakar seluruh desa jika ada gangguan. Jika penduduk desa tidak hidup dengan damai, kami akan menghancurkan segalanya," ujar perwira militer itu.

Amnesty International telah mengumpulkan bukti signifikan terkait serangan yang terjadi di tiga desa, yaitu Chut Pyin, Min Gyi, dan Maung Nu. Di desa-desa ini, ribuan perempuan, laki-laki, dan anak-anak Rohingya diduga dibunuh, dijatuhi hukuman dan dieksekusi, ditembak saat melarikan diri, atau dibakar sampai mati di dalam rumah mereka.

Amnesty International juga mewawancarai 20 perempuan korban perkosaan, yang 11 di antaranya diperkosa oleh banyak tentara. Wawancara juga dilakukan terhadap 23 pria dan dua anak lelaki yang mengatakan pasukan keamanan Myanmar telah menangkap dan menyiksa mereka.

Bulan lalu Pemerintah Myanmar mengumumkan pembentukan komisi penyelidikan independen untuk menyelidiki tuduhan adanya pelanggaran HAM. Hal ini sebagai bagian dari inisiatif nasional untuk menangani rekonsiliasi, perdamaian, stabilitas, dan pembangunan di Rakhine.

Pemerintah Myanmar juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan PBB untuk melakukan proses repatriasi pengungsi Rohingya. Pengungsi yang terverifikasi dapat kembali ke Myanmar secara sukarela dengan aman.

"Komunitas internasional tidak boleh dibodohi oleh upaya terbaru ini, yang dilakukan untuk melindungi pelaku dari pertanggungjawaban," kata penasihat senior Amnesty International, Matthew Wells.

"Dewan Keamanan PBB harus berhenti bermain politik dan segera membawa situasi di Myanmar ke pengadilan pidana internasional, memberlakukan embargo senjata yang komprehensif terhadap Myanmar, dan menjatuhkan sanksi keuangan terhadap pejabat senior yang bertanggung jawab atas pelanggaran berat dan kejahatan," papar dia.

Hakim ICC telah melakukan pertemuan untuk membahas kemungkinan dibukanya investigasi dan penuntutan terhadap Myanmar atas kekejaman terhadap Rohingya. Bukti telah dikirim oleh koalisi organisasi Bangladesh kepada jaksa ICC, dan argumen hukum untuk membuka penyelidikan di ICC sedang dipimpin oleh jaksa Fatou Bensouda.

Myanmar bukan negara anggota ICC, tetapi tindakannya yang mendorong warga Rohingya untuk melintasi perbatasan ke Bangladesh, berpotensi menyeretnya dalam investigasi ICC. Bangladesh diketahui merupakan salah satu anggota ICC.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement