Rabu 27 Jun 2018 19:18 WIB

Kekalahan Djarot-Sihar di Pilkada Sumut Mengejutkan PDIP

PDIP akan mengevaluasi apakah kekalahan Djarot-Sihar karena politik identitas.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP,  Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (27/6).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP,  Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengaku terkejut dengan perolehan suara pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus pada Pilkada Sumatra Utara (Sumut). Hasil hitung cepat menunjukkan pasangan yang diusung PDIP pada Pilkada Sumatra Utara itu tertinggal dari lawannya, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah.

Hasto mengatakan, berdasarkan hasil hitung cepat, Djarot-Sihar mengantongi 42,93 persen suara, atau tertinggal dari lawannya yang memperoleh 57,07 persen. "Sumut hasilnya memang begitu mengejutkan,” kata Hasto saat ditemui di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (27/6).

Ia pun masih bertanya-tanya penyebab kekalahan Djarot-Sihar. “Apakah ini benar sebagai sebuah proses politik di mana pergeseran dari aspek suku, kemudian etnisitas, kemudian daerah asal itu atau tidak," ujar dia.

Menurut Hasto, PDIP masih akan melakukan kajian terhadap hasil Pilkada Sumut untuk mengetahui apakah kekalahan ini karena politik identitas. Dia menambahkan, PDIP mengusung Djarot-Sihar pada pemilihan gubernur (pilgub) Sumut bukan dengan membeda-bedakan suku, etnis, dan golongan. "Kami mencalonkan Pak Djarot karena kami berbicara tentang Indonesia raya,” kata dia. 

Hasto menerangkan, Indonesia dibangun untuk semua. “Indonesia dibangun tanpa membeda-bedakan dari aspek suku, etnis, dan golongan, atau putra daerah. Karena jika lihat itu sebagai logika utama, itu sangat berbahaya," ujar Hasto.

Hasto menilai, menang kalah dalam pesta demokrasi adalah hal biasa. Yang penting, menurut dia, hasil pilkada akan menjadi evaluasi kebijakan-kebijakan pemimpin selanjutnya. 

"Karena bagi PDIP menang kalah itu hanya lima tahun. Kalau kalah, kami bisa melakukan perbaikan. Kalau menang, bagaimana menjaga kemenangan untuk rakyat agar tidak ada korupsi dari kemenangan itu. Itu yang kami jaga," katanya. 

Baca Juga: Edy Rahmayadi Sujud Syukur di Masjid Agung

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement