Ahad 01 Jul 2018 16:49 WIB

PKPU Larangan Mantan Koruptor Hanya Bisa Dibatalkan Lewat MA

Kemenkumham juga tidak bisa menolak untuk menjadikan PKPU sebagai UU

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan pemaparan saat peluncuran dan diskusi buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi karya wartawan Sabir Laluhu dalam acara sarasehan pustaka di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan pemaparan saat peluncuran dan diskusi buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi karya wartawan Sabir Laluhu dalam acara sarasehan pustaka di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Hamdan Zoelva turut menanggapi terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20 Tahun 2018  yang melarang mantan terpidana korupsi mengikuti pemilihan umum (Pemilu) Legislatif 2019. Mantan Ketua MK ini mengatakan, PKPU yang melarang mantan terpidana korupsi mengikuti Pemilu Legislatif 2019, ini bertentangan dengan Undang-Undang.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun merupakan penyelenggara pemilu yang tidak berwenang mengatur sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang. Hanya saja, walaupun bertentangan dengan Undang-Undang, PKPU tersebut tidak batal demi hukum, kecuali melelaui proses judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

"PKPU tersebut sangat potensial untuk dibatalkan oleh pengadilan dalam hal ini Mahkamah Agung," kata Hamdan melalui siaran pers, Ahad (1/7).

Hamdan menuturkan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) juga tidak bisa menolak untuk mengundangkan PKPU tersebut, walaupun isinya mendapat penolakan dan bertentangan dengan Undang-undang. Sebab Kemenkumham hanya memiliki kewenangan administrative untuk mengundangkan, tidak berwenang menilai materinya.

Terpisah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tetap pada sikapnya tidak menyetujui aturan larangan pencalonan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi melalui Peraturan KPU. Hai itu disampaikan Anggota Badan Pengawas Pemilu Ratna Dewi Pettalolo menanggapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akhirnya resmi memberlakukan aturan larangan tersebut dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

Ratna menegaskan, sebagai penyelengara Pemilu, Bawaslu juga memiliki semangat untuk melahirkan wakil rakyat yang bersih, bebas dari koruptor. Namun demikian, semangat tersebut tentu harus diwujudkan dengan tetap berpegang pada peraturan perundangan.

"Karena sebagai penyelenggara pemilu (KPU dan bawaslu) tugas utama kami adalah melindungi hak konstitusional warga negara. Akan sangat berbahaya jika penyelenggara pemilu melakukan pembatasan hak hak konstitusional warga negara," ujar Ratna kepada wartawan melalui pesan singkat.

Menurut Ratna, aturan pembatasan hak konstitusional akan berbahaya lantaran dapat menjadi penyalahgunaan kewenangan. Sebab konstitusi secara tegas hanya memberikan kewenangan pembatasan hak melalui UU. Sementara aturan larangan mantan napi korupsi nyaleg oleh KPU, hanya melalui Peraturan KPU (PKPU).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement