REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, politikus PDIP itu masuk dalam agenda pemeriksaan saksi untuk tersangka KTP- elektronik (KTP-el) Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
Yasonna datang mengenakan kemeja berwarna putih. Sebelum masuk ke dalam gedung KPK, ia mengatakan akan diperiksa kembali sebagai saksi ntuk kasus KTP-el.
"Ya saya kira begitu (diperiksa untuk Irvanto)," ucapnya singkat di Gedung KPK Jakarta, Senin (2/7).
Berbeda dengan Yasonna yang memenuhi panggilan, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung mengirimkan surat keterangan berhalangan hadir dan meminta agar pemeriksaan terhadap dirinya dijadwal ulang.
"Saksi Tamsil Linrung melalui stafnya tadi datang dan membawa surat. Yang bersangkutan ada kunjungan kerja hari ini dan minta jadwal ulang," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah.
Pada hari ini penyidik KPK menggagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi untuk dua tersangka kasus KTP-el, Irvanto dan Made Oka. Lima saksi itu antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, politisi Partai Golkar Aburizal Bakrie, politikus PKS Tamsil Linrung, mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni, dan politisi Partai Demokrat Mulyadi.
Febri mengungkapkan, dalam penyidikan dengan tersangka Irvanto dan Made Oka, KPK sedang mendalami terkait proses pembahasan anggaran atau aliran dana proyek KTP-el.
Irvanto telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka Masagung, pengusaha sekaligus rekan Novanto, pada 28 Februari 2018 lalu. Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera.
Irvanto juga diduga ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el. Ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan fee sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS pada periode 19 Januari-19 Februari 2012. Uang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang investment company di Singapura. Ia diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS. Penerimaan melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el.
Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.