REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Tim misi pencarian fakta dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) telah merilis laporan sementara tentang penyelidikan penggunaan senjata kimia di Douma, Suriah. Mereka menyebut gas klorin telah digunakan dalam serangan ke Douma pada April lalu yang menewaskan 78 warga sipil.
"Seiring dengan residu eksplosif, berbagai bahan kimia organik yang berklorin ditemukan dalam sampel dari dua tempat, yang mana terdapat rantai penuh penjagaan," kata tim pencarian fakta OPCW dalam sebuah pernyataan pada Jumat (6/7).
Selain kunjungan ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan sampel lingkungan, tim OPCW juga melakukan wawancara dengan saksi serta pengumpulan data. "Tim pencarian fakta akan melanjutkan pekerjaannya guna menarik kesimpulan akhir," katanya.
Menurut OPCW, laporan sementara yang telah diterbitkan akan dibagikan ke negara-negara penandatangan Konvensi Senjata Kimia dan Dewan Keamanan PBB. Hal itu agar mereka dapat membaca dan menganalisis sendiri hasil laporan tersebut.
Pada 7 April lalu, Douma, sebuah wilayah di Ghouta Timur yang masih dikuasai kelompok pemberontak Suriah, menjadi target serangan gas beracun. Serangan yang sejak semula diduga menggunakan senjata kimia tersebut menewaskan sedikitnya 70 orang.
Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis menuding rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai aktor atau dalang aksi penyerangan tersebut. Ketiga negara kemudian melancarkan serangan udara ke Suriah, tepatnya ke Damaskus. Serangan secara khusus menargetkan fasilitas-fasilitas militer yang diyakini menjadi tempat pengembangan senjata kimia rezim Suriah.
Pemerintah Suriah mengecam serangan tersebut. Suriah menyatakan serangan yang dilancarkan AS, Inggris, dan Prancis dengan dalih merespons penggunaan senjata kimia di Douma merupakan kebohongan. Serangan itu, menurut Pemerintah Suriah, merupakan aksi balasan karena proksi teroris yang dikendalikan ketiga negara di Ghouta Timur berhasil ditumpas dan dikalahkan.