REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai selama ini para dai telah menggunakan konsep Islam Wasatiyah dalam melakukan tausiyah. Hal ini mencerminkan sikap mencerahkan bagi umat. “Konsep yang digunakan Islam Wasatiyah, Islam yang di tengah kebangsaan bukan dukung mendukung. Ini yang menjadi kunci mencerahkan,” ujar Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan MUI, Kiai Cholil Nafis ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/7).
Menurutnya, para khatib telah dibekali kode etik, syarat berceramah dan rukun berceramah apabila ingin berdakwah. “Para khatib tidak bahaya karena sudah ada syarat dan rukunnya. Kalau ada hal yang panas artinya ada yang menyimpang kode etik,” ucapnya.
Untuk itu, ia meminta masyarakat dapat memilih dai yang memiliki latar belakang yang mumpuni. Sekaligus masyarakat dapat bertindak cerdas apabila mendengar tausiyah di luar kode etik berceramah.
“Yang banyak masalah itu seperti ceramah terbuka yang kadang lepas kontrol. Ketika menilai masjid dari khotibnya, anggap masjid radikal itu saya tidak setuju,” ungkapnya.
“Saya berharap lebih cerdas, jadi penceramah yang tidak baik jangan diundang. Tinggalkan saja, saya tidak mengerti penceramah tidak memberikan arahan. Undang ustaz yang track record-nya baik, gurunya dan melaksanakan ajaran agamanya,” jelasnya.
Infografis Seni dan Sains Meminta Maafundefined
Sebelumnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia menggelar Silaturahmi Nasional dengan seluruh pemuka agama se-Indonesia. Para pemuka agama tersebut telah bekerja sama dengan kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakata atau Dai Kamtibmas.