REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Persaudaraan Alumni (PA) 212 menilai sikap mantan pengacara Rizieq Shihab yang akan menjadi calon legislatif (caleg) dari PDIP adalah sikap penghianatan. Ketua Divisi Hukum PA 212, Damai Hari Lubis mengatakan Kapitra telah berkhianat kepada para ulama yang tergabung dalam PA 212.
Sebab, menurut dia instruksi ulama PA 212 sudah cukup jelas untuk tidak memilih partai pendukung penista agama, di mana satu diantaranya yang banyak dilakukan kader PDIP.
"Apakah dianggap berkhianat? Maka jawabannya adalah dia telah berkhianat," kata Damai Hari Lubis dalam keterangannya, Kamis (19/7).
Soal sikap Kapitra yang berbeda dengan PA 212 dan GNPF, dia menjelaskan, Kapitra sudah bukan anggota GNPF Ulama sejak sekitar empat bulan yang lalu. Kapitra pun, ungkap dia, tidak lagi tercatat ikut dalam tim pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS).
"Hanya dirinya masih suka mengatasnamakan anggota tim GNPF Ulama dan selaku kuasa hukum HRS yang sudah tidak berlaku lagi," tegasnya.
PA 212 menyadari banyak pihak termasuk parpol yang melawan Aksi Bela Islam, ikut memusuhi perjuangan ulama. Mereka berupaya mencari celah dengan masuk melalui Kapitra, walau keanggotaannya yang sudah tidak berlaku lagi atau telah dicopot.
Kapitra sendiri tidak terima bila pencalonannya sebagai anggota legislatif dari PDIP disebut berpindah haluan. Salah satu tim advokat pendukung Aksi Bela Islam ini menegaskan tidak ada sikap berpindah haluan, walaupun akhirnya ia menyetujui pencalegannya di PDIP.
Bila keputusannya menjadi caleg PDIP ia terima, ia menegaskan haluan yang akan dituju tetap sama. Ia akan tetap membela kehormatan agama Islam dan menyerap aspirasi umat Islam dalam kondisi apapun dan di mana pun.
"Kalau agama saya terganggu, hari ini dilantik sore saya dipecat saya siap," ujar Kapitra kepada wartawan, Rabu (18/7).
Menjadi caleg atau anggota DPR dari PDIP, menurutnya, bukan kemudian lantas menjadi kafir, murtad dan munafik. Pandangan soal PDIP yang anti-Islam, menurutnya, harus dikoreksi oleh masyarakat. Termasuk menjustifikasi seolah PDIP anti Islam, dan tidak menyuarakan aspirasi umat Islam.
"Jangan cepat nge-judge seseorang, berarti kalau saya masuk cebong dong, nggak boleh ke masjid dong, ngawur aja," katanya.
Tuduhan ini, menurut Kapitra salah besar, karena masih banyak umat Islam yang bergabung dalam struktur kepengurusan di PDIP dan banyak umat Islam yang juga memilih PDIP. Kalaupun soal pilihannya bergabung ke PDIP dianggap beberapa kelompok berpindah haluan, Kapitra meminta masyarakat melihat apa yang dilakukan parpol pendukung Aksi Bela Islam saat pilkada serentak lalu.
Parpol-parpol pendukung Aksi Bela Islam ini di pilkada serentak berbagai daerah terbukti juga berkoalisi dengan PDIP, tapi mengapa hal ini tidak disorot. Ia menegaskan, tidak menyebut sosok atau orang, namun ada partai politik yang pendukungnya ikut Aksi Bela Islam dan anti partai penista agama, tapi kenyataan di daerah juga berkoalisi dengan PDIP.
"Yang penting bagi saya bagaimana menjadi jembatan kebaikan, itu gol saya. Bagaimana bisa menjaga agama saya, sehingga tidak seenaknya orang saling caci maki dan seenaknya negara dipecahkan karena perbedaan persepsi. Ini yang terjadi selama ini," jelas Kapitra.