REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) kurang antisipatif terkait dengan program pemeliharaan sistem tiket elektronik.
"Dari sisi pelayanan publik, manajemen KCI kurang antisipatif. Seharusnya hal seperti itu bisa diantisipasi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/7).
Pernyataan tersebut disampaikan terkait dengan pemeliharaan sistem tiket elektronik PT KCI sejak Sabtu (21/7) hingga puncaknya pada Senin (23/7). Pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) harus kembali menggunakan tiket kertas. Akibatnya, pengguna KRL harus rela antre dan bahkan berlama-lama berdiri karena antrean ada yang hingga 500 meter.
Menurut Tulus, persoalan itu timbul karena PT KCI melakukan penghentian atau setop kerja sama operasi dengan PT Telkom, terkait sistem teknologi informasinya. "Bahwa setop kerja sama operasi silakan, tetapi jangan dipaksakan jika sistem internal KCI belum siap," kata Tulus.
Sejumlah calon penumpang KRL mengantre untuk membeli tiket KRL Commuter Line di Stasiun Bogor, Bogor, Jawa Barat, Senin (23/7).
Sebelumnya, VP Komunikasi Perusahaan PT KCI, Eva Chaerunissa meminta maaf terkait pemeliharaan sistem tiket elektronik sehingga beralih sementara ke tiket kertas sejak Sabtu (21/7). Eva menyebutkan penumpang KRL yang menggunakan Kartu Multi Trip (KMT) atau kartu uang elektronik dari tetap harus bertransaksi di loket selama masa pemeliharaan berlangsung.
Oleh karena itu, Eva mengimbau penumpang KRL agar mengantisipasi dan menyesuaikan keberangkatan lebih awal selama pemberlakuan sementara tiket kertas guna menghindari keterlambatan masuk kerja. PT KCI juga mengaku telah melakukan sosialisasi cukup terkait pemberlakuan sementara tiket kertas bagi penumpang KRL dalam rangka pemeliharaan sistem tiket elektronik pada 79 stasiun KRL di Jabotabek. Penumpang KRL Jabodetabek saat ini mencapai satu juta orang per hari.
Baca: Sistem Tiket Elektronik KRL Kembali Berfungsi