REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa hari terakhir, publik dipertontonkan lobi-lobi politik tingkat tinggi para elite menuju Pilpres 2019. Yang paling mencolok tentunya undangan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PAN Zulkifli Hasan dua hari terkahir secara berturut-turut.
Pertemuan antara SBY dan Prabowo kemudian disusul SBY dan Zulkifli di kediaman SBY di Jalan Mega Kuningan, Jakarta menyisakan pertanyaan, mengapa SBY tidak juga menundang petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)? Padahal, selama ini diketahui, PKS adalah sekutu Gerindra paling setia sejak Pilpres 2014.
Pengamat politik dari Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menilai, langkah PKS jelang pendaftaran peserta Pilpres 2019 seolah terkunci setelah elite Prabowo, SBY, dan Zulkifli bertemu. PKS berada dalam kondisi yang mengharuskannya mendukung Prabowo Subianto.
"Yang digandeng duluan itu kan PAN (setelah elite Demokrat dan Gerindra bertemu). Kenapa tidak PKS duluan? Kalau Gerindra, Demokrat dan PAN itu sudah bergabung itu PKS enggak ada kemungkinan enggak ikut. Jadi terkunci langkahnya," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (25/7).
Dalam kondisi demikian, lanjut Rico, mau tak mau PKS akan ikut bergabung dengan koalisi yang dibangun Gerindra, Demokrat dan PAN. Namun, ini akan berbeda bila terus mengingatkan kembali Prabowo untuk memilih calon wakil presiden (cawapres) dari tokoh yang diajukan PKS.
"Jadi mau enggak mau PKS pasti ikut, kecuali PKS serius mencoba membangun lobi lagi atau mengingatkan kepada Prabowo akan janji-janjinya dulu," tutur dia.
Apalagi, Rico memandang, PKS selama ini selalu menunjukkan seolah partai tersebut amat bergantung dan menaruh kepercayaan yang berlebih kepada Gerindra. "Selama ini PKS terlalu sering mengkomunikasikan ketergantungan dan kepercayaannya terhadap Gerindra. Suasana ketergantungan PKS (kepada Gerindra) sangat terlihat," paparnya.
PKS pun merespons pertemuan yang digelar SBY dengan Prabowo dan Zulkifli. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera berharap PKS, Gerindra, PAN, dan Demokrat dalam waktu dekat segera duduk bersama membahas koalisi secara matang. Termasuk, soal penentuan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2019 mendatang.
"Satu dua hari ke depan kami berharap Gerindra, PKS, Demokrat, PBB, Berkarya, itu karena sudah komunikasi ya kami buka ya artinya semua boleh masuk dengan posisi yang sama dan nanti kita akan bisa bahas bersama-sama," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/7).
Mardani optimistis, penentuan cawapres tidak akan berlangsung alot jika semua parpol mau duduk bersama-sama. Meskipun menurutnya, setiap partai menginginkan kadernya maju di Pilpres 2019.
"PKS terbuka, Gerindra juga terbuka tidak memaksa Pak Prabowo, Demokrat juga terbuka tidak memaksa AHY. PAN juga terbuka tidak memaksa Bang Zul seperti halnya PKS juga terbuka tidak memaksa yang sembilan, kalau sudah membahas bareng-bareng," ujar Mardani.
Anggota Majelis Syuro PKS, Tifatul Sembiring mengapresiasi pernyataan SBY, yang tidak memaksakan partainya mendapat posisi cawapres. Tifatul mengatakan, sejak lama PKS memang ingin Demokrat dapat bergabung dengan koalisi partai Gerindra-PKS-PAN.
"Saya rasa bagus ya. Jadi dari awal juga saya berharap Demokrat ikut bergabung dengan koalisi Pak Prabowo bersama PKS bersama PAN," kata Tifatul kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon, Rabu (25/7).
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini menambahkan, apabila jadi bergabung, maka koalisi Gerindra akan semakin kuat. Hal ini, kata dia, membuat pertarungan pada Pilpres 2019 mendatang menjadi lebih seimbang.
"Supaya ada keberimbangan antara calon Presiden Pak Jokowi. Pak Jokowi delapan partai, Pak Prabowo empat, ini menurut saya cukup berimbang," ujarnya.
Respons Mardani dan Tifatul itu seperti menunjukkan bahwa PKS siap menurunkan tensi politik dan siap bernegosiasi dengan koalisi Prabowo. Termasuk dengan Demokrat yang belakangan menunjukkan sinyal bergabung meski tersirat menyorongkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres.
Padahal sebelumnya Tifatul pernah menegaskan, PKS akan tetap memperjuangkan kadernya menjadi cawapres. Tifatul bahkan pernah berani menyatakan, koalisi PKS dengan Gerindra sebaiknya bubar apabila Prabowo tidak memilih cawapres dari PKS.
Keinginan PKS untuk mengirimkan kadernya bertarung ke Pilpres 2019 begitu kuat. Sebab, sudah selama lima tahun terakhir, PKS hanya bertindak sebagai 'penggembira' baik di tingkat nasional ataupun daerah, termasuk Jakarta.
"Kami ingin ada keterwakilan kali ini," tutur Tifatul ketika dihubungi Republika, Senin (16/7).
Komitmen PKS kepada Gerindra sudah diteguhkan sejak Pilpres 2014. Tifatul menuturkan, PKS saat itu mendukung Prabowo yang didampingi cawapres Hatta Rajasa dari PAN. Tapi, setelah kalah, PAN justru berbalik mendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, sedangkan PKS tetap menunjukkan kesetiannya terhadap Gerindra.
Komitmen berikutnya ditunjukkan PKS saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Kala itu, PKS ingin mengajukan pasangan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dengan Sandiaga Uno dari Gerindra. Tapi, tiba-tiba muncul Anies Baswedan yang dibawa oleh JK. PKS harus legawo dengan menarik Mardani dari kontestasi.
Pilkada Jawa Barat 2018 juga menjadi bukti kesetiaan PKS. Di mana, PKS menarik dukungan terhadap Deddy Mizwar dan memilih Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang didukung Gerindra.
Dengan bentuk komitmen dan sikap mengalah yang ditunjukkan selama ini, kini PKS ingin maju. Tifatul menjelaskan, pihaknya tidak ingin terus berdiam diri dan menjadi penggembira dengan mengirimkan kader ke pilpres. Sembilan nama kader PKS sudah diajukan ke Gerindra untuk menjadi capres atau cawapres sejak jauh-jauh hari, tapi Gerindra belum memberikan keputusan.
Tifatul memastikan, apabila Gerindra tidak menunjuk cawapres dari PKS, pihaknya akan memilih jalan masing-masing. Artinya, PKS akan bergabung dengan poros ketiga yang kabarnya akan terbentuk.
"Atau, kami jalan sendiri. Tidak usah ikut mengajukan capres-cawapres, tapi fokus ke pileg (pemilihan legislatif)," ucap mantan menteri komunikasi dan informatika itu.
Menurut Tifatul, tidak ada manfaatnya apabila PKS memaksakan diri untuk maju ke Pilpres 2019 tanpa mendapatkan peran.
Presiden PKS, Sohibul Iman, sebelumnya pun menyatakan, situasi akan semakin rumit jika Demokrat meminta posisi cawapres untuk koalisi Pilpres 2019. Karena itu, koalisi PKS, Gerindra, dan PAN sepakat untuk menawarkan posisi menteri.
"Kalau Partai Demokrat minta cawapres lagi, akan semakin rumit. Tadi kami sepakat bahwa akan menawarkan portofolio, dalam hal ini kabinet," ujar Sohibul di Kantor DPP PKS, Sabtu (14/7).
Baik, Gerindra, PAN maupun PKS, kata Sohibul, sangat terbuka dengan kehadiran Partai Demokrat. "Karena itu, kami mendorong Pak Prabowo untuk nanti bisa bertemu dengan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sesuai permintaan beliau (SBY). Jadi kami bertiga terbuka menerima koalisi Demokrat," tambahnya.
Baca juga:
- Tanda-Tanda SBY Tetap Berkeras Dorong AHY Jadi Cawapres
- Demokrat Tegaskan Cawapres Bukan Harga Mati
- Gerindra tak Menetapkan Banyak Syarat untuk Cawapres
Bantahan Gerindra
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menampik anggapan hubungan Gerindra dan PKS renggang karena adanya pertemuan dengan Demokrat. Menurut dia, komunikasi dengan PKS dan PAN tetap berjalan, dan terkait cawapres akan dibicarakan lebih lanjut.
"Dari sisi Prabowo maupun SBY semalam menyampaikan soal cawapres marilah kita dudukkan, kita cari 2-3 nama dulu. Dari 2-3 nama itu nanti kita godok bersama-sama," katanya.
Fadli mengatakan partainya membentuk tim kecil untuk menjalin komunikasi lanjutan dengan Partai Demokrat, PAN, dan PKS. Tim komunikasi akan mengupayakan adanya forum yang mempertemukan empat partai duduk satu meja membahas Pilpres 2019.
"Nanti akan dibahas juga pembentukan tim kecil untuk lakukan komunikasi yang lebih teknis dan intensif antara Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS. Kalau bisa duduk bersama sehingga koalisi ini utamanya adalah empat pilar," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/7).
Menurut Fadli, komunikasi dengan PKS dan PAN sudah sangat intensif. Namun, komunikasi dengan Demokrat baru dimulai secara resmi pada Selasa (24/7) malam.
Sehingga, apabila sudah ada tim kecil maka kemungkinan langsung ada pertemuan-pertemuan, untuk saling bertukar informasi. Fadli meyakini empat partai politik yaitu Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan PAN akan bergabung dalam satu koalisi yang solid.
[video] PKS Pertimbangkan Anies Baswedan Menjadi Cawapres Prabowo