Jumat 03 Aug 2018 14:22 WIB

Terus Merosotnya Kurs Rupiah Dibarengi Kebocoran Ekonomi RI

Nilai tukar rupiah bergerak ke arah Rp 14.500 per dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan, Ahmad Fikri Noor/ Red: Andri Saubani
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (3/8) pagi bergerak melemah sebesar 30 poin menjadi Rp 14.498 dibanding sebelumnya Rp 14.468 per dolar AS. Nilai tukar rupiah kemungkinan bergerak ke kisaran level Rp 14.500-Rp 14.550 per dolar AS pada akhir pekan ini .

"Dolar AS melanjutkan apresiasinya terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk Indonesia didorong oleh eskalasi perang dagang yang meningkat antara Amerika Serikat dan Tiongkok," kata ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail di Jakarta.

Ia menambahkan ancaman Trump yang akan meningkatkan tarif impor barang Cina dari 10 persen menjadi 25 persen dibalas dengan ancaman retaliasi dari Cina. "Ancaman Cina itu memperburuk isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina," katanya.

Sementara itu, Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan depresiasi nilai tukar rupiah diharapkan dapat terbatas terhadap dolar AS seiring dengan intervensi Bank Indonesia di pasar domestik. "Rupiah dalam penjagaan Bank Indonesia, diharapkan tekanannya terbatas sehingga tidak membuat gejolak di pasar," katanya.

Kurs dolar AS memang terus menguat lebih lanjut terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB). Indeks dolar AS, terukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,64 persen menjadi 95,159 pada akhir perdagangan Kamis (2/8).

Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,1584 dolar AS dari 1,1664 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,3019 dolar AS dari 1,3127 dolar AS di sesi sebelumnya. Dolar Australia merosot ke 0,7361 dolar AS dari 0,7399 dolar AS.

Dolar AS dibeli 111,70 yen Jepang, lebih tinggi dari 111,57 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9956 franc Swiss dari 0,9919 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3027 dolar Kanada dari 1,2994 dolar Kanada.

Isu perang dagang Cina-AS

Mata uang negara berkembang, termasuk rupiah terancam merosot tajam ke depannya. Hal itu terutama dipicu isu perang dagang yang bersumber dari pertimbangan Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan proposal tarif impor barang asal Cina sebesar lebih dari dua kali lipat. Peningkatan tarif senilai 200 miliar dolar AS.

Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed memprediksi mata uang dolar pada perdagangan hari ini akan sangat terangkat sehingga rupiah dapat terus melemah. Hussein memproyeksi kurs rupiah hari ini, Jumat (3/8) berpotensi melemah ke kisaran Rp 14.500 per dolar AS.

Ancaman terhadap rupiah juga ditambah dengan adanya ekspektasi ekonomi AS ke depan. Perbaikan ekonomi akan diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed. “Federal Reserve telah menyampaikan penilaian yang optimis mengenai ekonomi AS. Dolar akan sangat terangkat oleh spekulasi kenaikan suku bunga AS tahun ini,” kata Husein, Jumat pagi. 

Pada Rabu, (31/7), Dewan Gubernur The Fed memilih menahan suku bunga AS di kisaran 1,75 – 2 persen. Namun, para pelaku pasar masih berspekulasi bahwa suku bunga The Fed akan naik lagi hingga penghujung tahun.

The Fed, kata Hussein, menyampaikan aktivitas ekonomi terus meningkat dengan laju yang pesat. Belanja rumah tangga dan investasi bisnis juga meningkat tajam. “Sedikit perubahan bahasa ini menyiratkan bahwa kenaikan bunga dapat kembali ditingkatkan di bulan September dan juga di bulan Desember,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersyukur Bank Sentral AS mempertahankan suku bunga acuannya di tengah kekhawatiran tentang ketegangan perdagangan antara AS dan mitra-mitra dagangnya. Pasalnya, jika the Fed menaikkan suku bunga kondisi ekonomi akan kembali 'goyang'.

"Jerome Powell tidak menaikkan tingkat suku bunga Fed, Alhamdulillah. Karena kalau ia naikkan, bisa 'goyang' lagi. Walau memang dari minggu lalu kita sudah mulai feeling, karena diomelin sama Om Trump Donald Trump," kata Darmin sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (2/8).

The Fed pada Juni menaikkan suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini, dan mencatat dua kenaikan suku bunga lagi untuk tahun ini. Darmin menuturkan, selain perang dagang, normalisasi kebijakan oleh The Fed juga patut diwaspadai dan bukan masalah sepele mengingat apa yang terjadi pada krisis di AS pada 2007-2008 lalu.

AS saat itu melakukan kebijakan quantitative easing (QA). Saat ini AS terus berupaya agar dolar yang sudah beredar di seluruh dunia kembali ke AS.

"Caranya ya naikkan tingkat bunga, nanti akan mengalir dari semua negara dolar itu kembali," ujar Darmin.

Baca juga:

Kebocoran ekonomi RI

Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dibarengi dengan fakta bocornya ekonomi RI. Hal itu terungkap dalam diskusi forum "Business Launch: Waspada Ekonomi Indonesia di Tahun Politik", di Jakarta, Kamis (2/8).

Darmin mengatakan, ekonomi Indonesia mengalami kebocoran, lantaran devisa hasil ekspor tidak seluruhnya kembali ke dalam negeri. "Dalam kaidah ekonomi kalau devisanya tidak masuk itu bocor. Sehingga, itu mengurangi cadangan devisa juga mengurangi kemampuan penambahan uang beredar," kata Darmin, Kamis (2/8).

Dalam paparannya, Darmin menyatakan, Devisa Hasil Ekspor (DHE) tidak seluruhnya kembali ke dalam negeri. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), cadangan devisa pada akhir Juni 2018 adalah sebesar 119,84 miliar dolar AS atau terus menurun sejak Desember 2017.

Sebagai salah satu sumber penerimaan devisa, hanya 90 persen DHE yang dilaporkan ke bank domestik. Sementara, hanya sekitar 15 persen yang dikonversi menjadi rupiah.

Meski begitu, Darmin mengatakan, Indonesia tak bisa memaksa seluruh DHE kembali ke Indonesia. Alasannya, Indonesia menganut rezim devisa bebas sesuai lewat Undang-undang Nomor 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa. 

"Kalau 100 persen valasnya masuk ke BI, kemudian rupiah yang diciptakannya akan menciptakan pertumbuhan," kata Darmin.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui, Indonesia adalah negara yang longgar dalam hal aturan lalu lintas devisa. Ia menyebut, negara seperti Thailand dan Singapura justru memiliki aturan yang lebih ketat.

"Kita tidak surrender seperti di Thailand. Kalau di Thailand, surrender artinya kalau anda di Thailand ekspor barang-barang semua dolarnya masuk ke bank sentral dan keluarnya baht," kata JK.

Menurut JK, untuk memperbaiki ketahanan devisa, Indonesia perlu turut memperbaiki aturan yang berlaku selain juga mendorong ekspor serta menurunkan impor. "Jadi tidak hanya kita perlu meningkatkan ekspor dan mengurangi impor, tapi juga dibutuhkan aturan yang lebih baik," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement