REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menegaskan, penanganan gempa Lombok telah berskala nasional. Meski tidak ditetapkan sebagai bencana nasional, pemerintah pusat menurunkan seluruh personel dalam penanggulangannya.
"Mekanismenya, dalam rapat terbatas kemarin dinyatakan bahwa ini bencana daerah. Namun dalam pelaksanannya penanganannya sudah skala nasional," kata dia ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (17/8).
Menurut Sutopo, saat ini belum ada aturan jelas mengenai penetapan status bencana nasional. Sejak adanya regulasi mengenai penanggulangan bencana, baru peristiwa tsunami Aceh pada 2004 yang dinyatakan sebagai bencana nasional.
Sutopo mencontohkan, dalam kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2015, korban jiwa yang terdampak hanya tujuh orang dan hampir tidak ada korban mengungsi. Namun, luas yang terdampak lebih dari 85 persen wilayah Indonesia tidak ditetapkan sebagai bencana nasional.
Sementara itu, saat longsor di Kabupaten Banjarnegara, hanya beberapa desa yang terdampak. Namun korban jiwa mencapai ratusan. Bahkan, dalam gempa Padang pada 2009 yang menimbulkan korban jiwa sekitar 1.700 orang atau erupsi Gunung Merapi yang menyebabkan hampir 1 juta orang mengungsi, tetap berstatus bencana daerah.
Menurut dia, belum ada kejelasan indikator untuk menetapkan status bencana nasional. Karena itu, kewenangan menetapkan status bencana nasional sepenuhnya ada di tangan Presiden.
"Yang penting pemda masih ada. Sekarang dengan bencana daerah, Presiden sudah dua kali ke sana, bahkan mau berkunjung lagi. Menteri sudah ke sana semua. Dana dari pusat, mau minta apa lagi?" kata dia.
Walaupun status dinaikkan menjadi bencana nasional, kata dia, tidak ada yang berubah. Pasalnya, saat ini hampir semua dana dari pusat. Selain itu, pelaksanaan di lapangan dilakukan oleh TNI/Polri, Basarnas, BNPB, kementerian/lembaga.
"Bahkan dalam rehabilitasi dan rekonstrukai pasca bencana yang diperkirakan memerlukan anggaran Rp 7-10 triliun, itu nantinya 95 persen dari pusat," kata dia.
Kerusakan akibat gempa yang melanda Pulau Lombok, NTB pada Ahad (5/8) menyisakan banyaknya bangunan yang rusak. Menurut data terbaru Pos Utama Tanggap Darurat Bencana Gempa Kabupaten Lombok Barat (Lobar) pada Jumat (17/08), sebanyak 54.497 rumah rusak, dengan kategori rusak berat sebanyak 21.237 unit, rusak sedang sebanyak 14.547 unit, dan rusak ringan dengan 18.713 unit.
Besarnya tingkat kerusakan terutama untuk rusak berat dan sedang, akhir-akhir ini menjadi materi pokok perencanaan oleh Pos Utama untuk segera dibersihkan. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU-PR) Lobar ditugaskan membantu Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB) untuk menyediakan alat berat yang akan dipergunakan untuk membersihkan puing-puing bangunan tersebut.
Sekretaris Daerah Lobar yang juga Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lobar, Taufiq mengarahkan, segera mendapatkan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi area pembuangan material afkiran rumah-rumah yang hancur. "Segera buat perencanaan lokasi sehingga alat berat bila sudah siap bisa langsung dikerahkan. Sesudah itu kita langsung pada tahap penyiapan hunian dementara (Huntara)," ujar Taufiq di Lobar, NTB, Jumat (17/8).