REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Suasana malam takbiran Idul Adha di Sembalun Lawang, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pascagempa bumi 6,9 Skala Richter (SR), terasa sepi. Tak ada gema takbiran. Kondisi ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya.
Warga lebih memilih bertahan di tenda darurat di halaman rumah atau di posko pengungsian setelah sejak Selasa sore sampai malam, kawasan itu diguyur hujan. Tidak ada suara takbiran dari pengeras suara masjid yang masih bertahan dari guncangan gempa. Warga masih trauma akan gempa yang berulang-ulang menghajar wilayahnya tersebut.
Yang ada nyala api di depan beberapa tenda darurat milik warga. Warga menyalakan api untuk menghangatkan tubuhnya mengingat suhu yang mencapai 10 derajat celcius. Jalan aspal mulus Sembalun pun sepi. Hanya sesekali terdengar mobil patroli kepolisian yang melakukan pengamanan di kawasan permukiman.
Padahal, sebelum gempa bumi 6,4 SR pada 29 Juli 2018, denyut nadi wisata alam pendakian Gunung Rinjani begitu terasa di Sembalun Lawang. "Apalagi bulan Agustus itu puncak musim pendakian. Saat ini sepi, seperti jadi kota hantu," kata tokoh pemuda Sembalun, Rosidin Sembaluhun.
Hal serupa dikatakan oleh Fia, pedagang di Sembalun. Malam takbiran kali ini sepi, tidak ada takbiran di masjid. "Kegiatan sekarang paling hanya di tenda darurat saja," katanya.
Sementara itu, Shalat Ied di Sembalun Lawang akan digelar di SDN 3 Sembalun Lawang dam SDN 2 Sembalun Lawang. Shalat Id juga akan digelar di Posko Utama pengungsian di Lapangan Umum Sembalun serta Posko Sanjang.