Kamis 23 Aug 2018 17:32 WIB

Mengepul Miliaran Rupiah Gratifikasi Ala Zumi Zola

Surat dakwaan Zumi Zola mengungkapkan penerimaan gratifikasi total Rp 44 miliar.

Terdakwa Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola (tengah) bersiap menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/8).
Foto: Antara/Reno Esnir
Terdakwa Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola (tengah) bersiap menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jambi periode 2016-2021, Zumi Zola Zulkifli didakwa menerima gratifikasi Rp 40,477 miliar dolar ditambah 177,3 ribu dolar AS (sekitar Rp 2,594 miliar) serta 100 ribu dolar Singapura (Rp1,067 miliar) dan menyuap anggota DPRD Jambi Rp 17,49 miliar. Dakwaan dibacakan tim jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/8).

"Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi 2016-2021 menerima uang melalui Apif Firmansyah senilai Rp 34,639 miliar, melalui Asrul Pandapotan Sihotang sejumlah Rp 2,77 miliar dan 147.300 dolar AS serta satu mobil Toyota Alphard dan melalui Arfan sejumlah Rp 3,068 miliar, 30 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar Singapura," kata jaksa Tri Anggoro Mukti, Kamis.

Apif adalah Bendahara Tim Sukses Pemilihan Gubernur Jambi sekaligus sekaligus sebagai asisten pribadi Zumi Zola. Salah satu tugasnya adalah mencari dana untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan Zumi serta keluarganya di antaranya meminta agar Apif menyelesaikan utang Zumi selama kampanye gubernur dan memperhatikan adik Zumi yaitu Zumi Laza yang akan dicalonkan sebagai Wali Kota Jambi.

Setelah dilantik pada 12 Februari 2016, Zumi membentuk tim yang diketuai Apif yang salah satu anggotanya adalah Muhammad Imaduddin alias Iim selaku rekanan untuk mengerjakan proyek Tahun Anggaran (TA) 2016 yang belum dilelangkan, sekaligus mengumpulkan fee proyek TA 2016 dari para rekanan maupun kepala dinas organisasi (OPD) Provinsi Jambi. Iim sejak Februari 2016 bersedia membiayai beberapa kegiatan awal Zumi sebagai gubernur hingga mencapai Rp 1,235 miliar

"Atas saran Apif, terdakwa pada 16 Agustus 2016 melantik Dodi Irawan sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, dengan pesan melalui Asrul Pandapotan dan Apif agar Dodi loyal, royal dan total membantu kebutuhan finansial terdakwa serta keluarganya," tambah jaksa Tri.

Dodi Irawan kemudian meminta para kabid di Dinas PUPR untuk membuat rekapan sisa fee proyek TA 2016. Kepala Bidang Bina Marga PUPR Arfan menyampaikan bahwa hanya tersisa Rp 7 miliar, sedangkan kepala bidang yang lain melaporkan tidak ada sisa fee proyek TA 2016.

photo
Adik dari tersangka Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola, Zumi Laza Zulkifli berada di ruang tunggu seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/5).

"Terdakwa yang kecewa kemudian mengganti semua Kepala Bidang di Dinas PUPR termasuk Arfan," ungkap jaksa.

Zumi pada November 2016 lalu memerintahkan Apif untuk meminta Dodi dan Iim mengumpulkan fee (ijon) dari para rekanan. Sehingga sejak September 2016 sampai Mei 2017 terkumpul ijon proyek TA 2017 dari para rekanan yang totalnya mencapai Rp 33, 404 miliar.

Penerimaan itu berasal dari Iim sejumlah Rp 19,404 miliar pada Maret 2016-Mei 2017 yang digunakan untuk berbagai kebutuhan Zumi Zola, penerimaan dari Apif Firmansyah sejak akhir 2016 sampai September 2017 senilai total Rp 13 miliar yang berasal dari rekanan dan pejabat pemprov Jambi, serta penerimaan melalui Dody Irawan sejumlah Rp 1 miliar yang berasal dari Andi Putra Wijaya untuk keperluan ibunda Zumi. Namun, Zumi memberhentikan Arfan sebagai Kabid Binamarga Dinas PUPR bersama Kepala bidang lainnya, karena Zumi kecewa fee proyek yang dikumpulkan tidak memenuhi target.

"Namun terdakwa kemudian pada 7 Agustus 2017 kembali mengangkat Arfan sebagai Kabid Bina Marga setelah Arfan bersedia melaksanakan pesan terdakwa yang disampaikan oleh Asrul bahwa 'Matahari hanya satu dan itu harga mati' serta bersedia mengumpulkan fee," tambah jaksa Tri.

Arfan bahkan diangkat menjadi Plt Kadis PUPR pada 19 Agustus 2017 menggantikan Dody Irawan yang mengundurkan diri pada 16 Agustus 2017. Dodi tidak sanggup lagi memenuhi permintaan Zumi untuk mengumpulkan fee proyek TA 2017.

Baca juga:

Hubungan Zumi Zola dengan Apif Firmansyah sejak Mei 2017 pun mulai tidak harmonis. Sehingga, ia dan keluarganya sejak 23 Mei 2017 tidak menjadikan Apif sebagai orang kepercayaan dan menjadikan Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan teman kuliah serta tim sukses Zumi dalam pilkada gubernur sebagai orang kerpecayaannya untuk mengumpulkan fee dari para rekanan maupun OPD.

Asrul lalu mengumpulkan fee proyek TA 2017 dari para rekanan melalui Arfan selaku Plt kadis PUPR maupun kepala OPD lainnya yaitu berupa satu unit mobil Toyota Alphard D 1043 VBM dari Joe Fandi Yoesman alias Asiang pada Agustus 2017 dan uang senilai total Rp 2,77 miliar dan 147,300 dolar AS. Zumi Zola pun masih menerima uang dari Arfan senilai Rp 3,068 miliar, 30 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar Singapura yang digunakan untuk berbagai keperluan

"Terdakwa selaku penyelenggara negara setelah menerima uang sejumlah Rp 40,477 miliar, 177.300 dolar AS dan 100 ribu dolar Singapura serta satu unit Alphard tidak melapor ke KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak terdakwa menerima gratifikasi tersebut padahal penerimaan itu tidak sah menurut hukum," tambah jaksa Tri.

Atas perbuatannya, Zumi Zola didakwakan pasal pasal 12 B atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. Hukuman bagi penyelenggara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selain didakwa menerima gratifikasi, Zumi Zola bersama-sama dengan Apif Firmansyah, Erwan Malik selaku Plt Sekretaris Daerah provinsi Jambi, Arfan selaku Plt Kadis PUPR Jambi serta Saipupun selaku Asisten III Sekretariat Daerah Jambi didakwa memberikan suap sejumlah Rp 13,09 miliar dan Rp 3,4 miliar kepada pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019. Tujuan uang suap agar DPRD Jambi menyetujui Rancangan Perda APBD TA 2017 menjadi Perja APBD TA 2017 dan Raperda APBD TA 2018 menjadi Perda APBD TA 2018.

Terhadap dakwaan itu, Zumi Zola tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sidang akan dilanjutkan pada 3 September 2018.

"Pada intinya saya ikuti dan hormati proses hukum yang berlaku. Tadi sudah sama-sama dengar, kita berharap bisa berjalan dengan lancar," kata Zumi Zola seusai sidang.  

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement