REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencapresan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suhud Alynudin menyayangkan sikap Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief yang mengaku diancam oleh partai politik.
Menurut dia, sebagai mantan aktivis sepatutnya Andi tak gentar menghadapi ancaman demi penegakan hukum. "Kalau ada ancaman kan ada aparat keamanan, insya Allah aman. Kan dia aktivis, masa diancam gitu doang takut," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (25/8).
Andi diketahui merupakan salah satu aktivis Reformasi 1998. Ia menjadi salah satu dari sembilan aktivis pro demokrasi yang sempat diculik, tapi kemudian dilepaskan.
Suhud mengatakan, jika memang ingin menegakkan hukum, Andi harus konsekuen dengan pernyataan yang pernah dibuatnya mengenai mahar politik. Pasalnya, Andi menyebut PKS dan PAN sebagai partai yang menerima mahar dari bakal calon presiden (cawapres) Sandiaga Uno.
"Ini kan kasihan partai seperti PAN dan PKS. Kita gak mau komen lebih jauhlah. Ya dibuktikan saja, tidak perlu bicara macam-macam, kalau memang ada bukti," kata dia.
PKS sempat merencanakan membawa kasus itu ke jalur hukum. Menurut Suhud, partainya telah menyerahkan langkah-langkah selanjutnya ke tim hukum PKS.
"Tapi saya kurang tahu perkembanganya seperti apa, sudah dilaporkan atau belum," kata dia.
Baca juga, Mengaku Diancam, Andi Arief Bakal Minta Perlindungan Polisi.
Meski begitu, Suhud mengklaim, pernyataan Andi tak memengaruhi kesolidan partai koalisi pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut dia, pernyataan resmi dari Partai Demokrat sudah jelas, bahwa pernyataan Andi tidak ada kaitan dengan institusi partai. "Kalau koalisi Insya Allah solid lah sejauh ini," kata.
Sebelumnya, Andi Arief mengaku ketakutan atas ancaman yang diterimanya. Andi menyebut mendapat intimidasi dari pihak tertentu. "Kalau sangat diperlukan saya akan meminta perlindungan pada kepolisian," tulis Andi Arief dalam keterangannya pada wartawan di Jakarta, Jumat (24/8).
Andi mengatakan, ia mengalami ancaman oleh salah satu partai politik. Bentuk ancamannya berupa intimidasi yang akan dilakukan oleh etnis tertentu yang telah disuruh oleh ketua salah satu partai. "Salah satu ketua DPD Partai Politik di Jakarta yang mengorder etnis tertentu untuk mengintimidasi saya, tentu saya khawatir," tulis Andi.
Dengan ancaman intimidasi yang diterimanya, membuat Andi mengurungkan niat untuk memenuhi panggilan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Sejak dulu saya paling takut menghadapi ancaman fisik ini. Karena itu lebih baik saya menghindar," tulis Andi.