REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak buruk bagi kesehatan manusia yang diakibatkan oleh pencemaran Sungai Citarum kini memperlihatkan kerugian bagi Pemerintah. Data itu terlihat dari beban biaya yang harus dipikul Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk penyakit ginjal yang mencapai angka sekitar Rp 1,9 triliun atau menghabiskan 23 persen dari anggaran BPJS.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pencemaran Sungai Citarum menyebabkan munculnya berbagai penyakit pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti gangguan sistem saraf akibat logam berat. Hal ini disinyalir mengakibatkan membengkaknya biaya yang dikeluarkan oleh BPJS.
Sungai Citarum yang merupakan sungai terpanjang yang membelah Provinsi Jawa Barat memang mengalami pencemaran yang luar biasa. Masyarakat dan industri diduga sebagai tersangka utama penyebab tercemarnya air Sungai Citarum.
Perilaku membuang sampah ke sungai ini sudah menjadi kebiasaan pada warga yang tinggal di daerah aliran sungai. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktahuan maupun ketidakpedulian masyarakat akan dampak dari membuang sampah di sungai.
Limbah pabrik juga kian memperburuk keadaan sungai yang berkontribusi pada peningkatan kandungan logam berat di Sungai Citarum. Dalam studi kasus Sungai Citarum yang dilakukan oleh Greenpeace Asia Tenggara dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat, ditemukan bahwa logam berat merupakan salah satu kontaminan utama yang mempengaruhi kualitas air Sungai Citarum.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof drh Wiku Adisasmito MSc Phd memaparkan, berbagai studi ilmiah sudah membuktikan bahwa pencemaran logam berat dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi tubuh manusia. Pencemaran ini meningkatkan kemungkinan gangguan sistem sirkulasi sebesar 3 kali, gangguan sistem saraf sebesar 4 kali dan gangguan pertumbuhan sebesar 6 kali.
"Dan bahkan gangguan pernapasan sebesar 23 kali dibandingkan dengan populasi yang tidak terpapar pencemaran logam berat," kata Wiku dalam rilisnya, beberapa waktu lalu.
Prof Wiku Adisasmito yang juga Koordinator Indonesia One Health University Network (INDOHUN) menambahkan upaya memerdekakaan Sungai Citarum dari sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Tapi juga merupakan tanggung jawab berbagai pihak, termasuk institusi perguruan tinggi.
INDOHUN asosiasi jejaring perguruan tinggi yang berfokus pada konsep One Health, turut ambil bagian dalam mendukung usaha pemerintah dalam membuka lebar-lebar gerbang kemerdekaan masyarakat Indonesia untuk sehat. Sebuah rangkaian kegiatan dengan tajuk NusaBersama tengah dipersiapkan oleh INDOHUN.
NusaBersama adalah inisiatif INDOHUN yang bertujuan untuk mendiseminasi informasi kesehatan di daerah tertentu dengan cara yang mudah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu NusaBersama juga merupakan platform amal masyarakat dengan target penerima amal yang jelas demi pembangunan masyarakat di daerah terjadinya pencemaran.
Tahun ini, NusaBersama memiliki tema khusus “NusaBersama: Citarum” dengan rangkaian tiga acara besar yang menyertainya. Dimulai dari pelatihan bagi tenaga kesehatan yang tersebar di daerah dekat aliran Sungai Citarum bernama Global Health Leaders (GHL), One Summit, dan Nusa Fun Run yang akan digelar di Bandung, 8-9 September 2018 mendatang.
Syayu Zhukhruffa selaku communication manager INDOHUN menambahkan, acara NusaBersama hadir sebagai wujud kepedulian dan rasa tanggung jawab untuk menjadi bagian dari solusi atas berbagai permasalahan kesehatan lingkungan, manusia, dan hewan yang memberi dampak signifikan baik di bidang sosial maupun ekonomi.
"Rangkaian acara dari NusaBersama Citarum diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat, terutama generasi muda, dalam memperbaiki dan melestarikan Sungai Citarum yang merupakan sumber kehidupan bagi puluhan juta orang," ujar Syayu.