REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham kemungkinan besar tidak akan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK. Idrus diduga terlibat dalam kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Hampir kita pastikan kita tidak mengajukan praperadilan, dari omunikasi terakhir dengan beliau (Idrus) kita kemungkinan nggak akan praperadilan," ujar kuasa hukum Idrus, Samsul Huda saat dihubungi wartawan, Senin (27/8).
Samsul mengatakan, pertimbangan tidak mengajukan praperadilan karena pihak Idrus ingin segera menjalani proses lanjutan kasus tersebut. Idrus kata Samsul, juga mengaku telah siap untuk menjalani proses hukumnya tersebut. Saat ini juga, tim kuasa hukum Idrus telah mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam kasus tersebut.
"Biar proses cepat selesai, kalau sekarang pun tentu kita akan ikuti proses yang ada di KPK, pokoknya kita hormatilah apa yang diputuskan oleh KPK. dan kita akan merespons tanya jawab di penyidikan itu seperti kasus-kasus yang lain," ujar Samsul.
Menurut Samsul, Idrus juga siap menjalani pemanggilan KPK baik sebagai saksi maupun pemanggilan sebagai tersangka. Namun hingga saat ini, belum ada informasi pemanggilan terhadap Idrus.
"Belum-belum, kita masih nunggu kalau minggu ini ada ya kita nanti akan hadir, kita akan pastikan hadir kalau ada pemanggilan, siap dalam pemanggilan sebagai saksi maupun tersangka dan insyallah akan selalu hadir," ujar Samsul.
KPK telah mengumumkan Idrus Marham sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. KPK menduga Idrus Marham menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari EMS (Eni Maulani Saragih), tersangka lain, sebesar 1,5 juta dolar AS atau senilai Rp 21,9 miliar (dengan kurs Rp 14.600 per dolar AS).
Uang sebesar itu dijanjikan JBK (Johanes Budisutrisno Kotjo) bila perjanjian penjualan pembangkit listrik PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan JBK dan kawan-kawan. PLTU Riau 1 yang merupakan PLTU mulut tambang itu berdaya 2x300 megawatt.
KPK mengungkapkan, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes. Pada sekitar November Desember 2017, menurut KPK, diduga Eni menerima Rp 4 miliar. Lalu, pada sekitar Maret dan Juni 2018, diduga Eni juga menerima sekitar Rp 2,25 miliar.
Indikator lain yang menjadikan Idrus sebagai tersangka, KPK menduga Idrus menggunakan pengaruhnya sebagai elite Partai Golkar untuk menggerakkan mantan Eni M Saragih yang wakil ketua Komisi VII DPR membantu pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited, Johannes B Kotjo. "Ya mungkin bisa salah satu itu. Salah satu itu," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (24/8) malam.
Idrus diduga turut membantu Eni Saragih dalam memuluskan kepentingan Blackgold Natural Recourses Limited yang diwakili Kotjo dalam kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau 1. "Kami tidak mempersoalkan apakah posisi IM adalah sebagai ketua atau menteri atau sebagai sekjen dalam jabatannya, tapi yang bersangkutan turut membantu," ujar Basaria.