REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron meminta penilaian Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu soal tagar gerakan #2019GantiPresiden maupun #Jokowi2Periode menjadi rujukan. Menurutnya, sesuai dengan pernyataan penyelengara Pemilu tersebut, gerakan itu konstitusional dan bukan bagian dari kampanye.
"Tentu ini adalah aspirasi masyarakat yang konstitusional. Ini juga berimbang ada yang mendukung dua periode. Yang bisa kita jadikan rujukan adalah pernyataan komisioner KPU dan Bawaslu," ujar Herman di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).
Karenanya Herman menilai kegiatan deklarasi tersebut boleh dilaksanakan dan tidak termasuk kampanye di luar jadwal. Ia pun menilai kegiatan-kegiatan seperti #2019GantiPresiden selama berada dalam koridor konstitusi, tak bisa dianggap sebagai makar.
"Kalau statement KPU dan Bawaslu sudah menyampaikan bahwa dua duanya boleh menyampaikan pandangan dan pendapat, tapi dalam koridor konstitusional ini tak bisa dibilang makar," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu.
Baca juga: Airlangga Jamin Golkar tak akan Dua Kaki di Pilpres 2019
Menurut Herman, pihaknya akan menanyakan persoalan ini kepada KPU dan Bawaslu dalam rapat dengan Komisi II siang nanti. "Kami akan tanyakan, justru atas berbagai statement yang dikeluarkan KPU dan Bawaslu kami nanti siang akan bertanya bagaimana pandangan resmi yang dikeluarkan penyelenggara pemilu dan badan pengawas pemilu terkait gerakan 2019 ganti presiden," kata Herman.
Sebelumnnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, mengatakan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden maupun gerakan #Jokowi2Periode bukan merupakan bentuk kampanye. Kedua gerakan tersebut sama-sama merupakan bentuk aspirasi di masyarakat.
"Deklarasi ini kan tidak bisa mengacu kepada satu tagar. Baik #2019GantiPresiden atau #Jokowi2Periode itu bukan termasuk metode untuk kampanye," ujar Wahyu kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8).
Sementara, Komisioner Badan Pengawas Pemilu Fritz Edward Siregar mengatakan tidak ada pelanggaran kampanye terkait dengan aksi 2019 ganti presiden. "Ini bagian dari kebebasan berbicara," kata Fritz di Jakarta, Senin (27/8) menanggapi aksi 2019 ganti presiden.
Namun demikian, Fritz mengatakan dalam menyampaikan kebebasan berbicara hendaknya tetap patuh kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Ia menyampaikan, sesuai UU No 7/2018 tentang Pemilu, maka yang disebut dengan pelanggaran kampanye baru dapat terjadi bila KPU telah menetapkan calon peserta pemilu termasuk calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga:Akademisi: Peran Medsos Signifikan pada Tahun Politik
Baca juga: Kubu Jokowi tak Khawatirkan Gerakan 2019 Ganti Presiden