REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pusat Statistik (BPSS) Jawa Timur mengungkapkan, hasil pemantauan terhadap perubahan harga selama Agustus 2018 di delapan kota IHK Jawa Timur menunjukkan adanya kenaikan harga di sebagian besar komoditas. Situasi ini mendorong terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,11 persen yaitu dari 132.27 pada Juli 2018 menjadi 132.42.
"Inflasi Agustus 2018 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2017. Pada Agustus 2017 mengalami deflasi sebesar 0,25 persen," kata Kepala BPS Jatim Teguh Pramono di Surabaya, Selasa (4/8).
Teguh menjelaskan, berdasarkan penghitungan angka inflasi di delapan kota IHK di Jawa Timur selama Agustus 2018, dua kota mengalami inflasi dan enam kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Surabaya sebesar yaitu mencapai 0,23 persen, diikuti Malang sebesar 0,05 persen.
Sedangkan kota yang mengalami deflasi tertinggi terjadi di Probolinggo sebesar 0,35 persen. Kemudian diikuti Sumenep sebesar 0,19 persen, Kediri sebesar 0,10 persen, Madiun sebesar 0,08 persen, Banyuwangi sebesar 0,05 persen, dan Jember sebesar 0,01 persen.
Baca juga, Darmin tidak Persoalkan Inflasi Bahan Makanan Tinggi
Teguh melanjutkan, pada Agustus 2018, dari tujuh kelompok pengeluaran, empat kelompok mengalami infasi, dan tiga kelompok mengalami deflasi. Inflasi tertinggi adalah kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 2,04 persen. Kemudiam diikuti kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,40 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, serta kelompok kesehatan yang masing-masing 0,38 persen.
"Sedangkan yang mengalami deflasi antara lain kelompok bahan makanan 1,04 persen, kelompok sandang 0,34 persen, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,09 persen," ujar Teguh.
Teguh mengungkapkan, tiga komoditas utama yang mendorong terjadinya inflasi di Agustus 2018 ialah biaya sekolah dasar, biaya sekolah menengah atas, dan biaya kontrak rumah. Artinya, naiknya biaya pendidikan pada tahun ajaran baru di seluruh jenjang pendidikan mendorong terjadinya inflasi.
Teguh juga mengungkapkan beberapa komoditas yang menjadi penghambat terjadinya inflasi di Agustus 2018. Tiga komoditas utama yang menghambat terjadinya inflasi ialah telur ayam ras, bawang merah, dan cabai rawit.
Menurut Teguh, momen Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada Agustus juga tidak banyak berpengaruh karena tidak membuat naiknya harga bumbu dapur. Hal ini terlihat dari turunnya harga bawang merah dan cabai rawit yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan di pasar.
Teguh menambahkan, berdasarkan pengelompokan disagregasi inflasi/ kelompok komponen inflasi selama Agustus 2018 menunjukkan, kelompok barang-barang dari komponen inti mengalami inflasi mencapai 0,52 persen. Sedangkan barang-barang dari komponen yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,02 persen, dan kelompok barang-barang dari komponen yang bergejolak mengalami deflasi sebesar 0,19.
Menurut Teguh, andil terbesar terjadinya inflasi ialah berasal dari barang-barang komponen inti yaitu mencapai 0,33 persen. Sedangkan barang-barang dari komponen bergejolak memberikan andil deflasi mencapai 0,21 persen, dan barang-barang dari kelompok yang diatur pemerintah memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen.
Komoditas barang-barang komponen inti yang mempunyai andil besar terjadinya inflasi ialah biaya sekolah dasar, dan biaya sekolah menengah atas. Kemudian juga biaya kontrak rumah, biaya akademi/ perguruan tinggi, nasi dengan lauk, tukang bukan mandor, dan biaya sekolah mengeah pertama.
Sementara untuk barang-barang komponen yang bergejolak, yang mempunyai andil besar penghambat inflasi berasal dari telur ayam ras, bawang merah, cabai rawit, cabai merah, bawang putih, anggur, kentang, dan beras. Sedangkan untuk komoditas barang-barang yang diatur pemerintah yang mempunyai andil besar penghambat inflasi ialah tarif angkutan udara.