Selasa 04 Sep 2018 19:49 WIB

KPU Akui Potensi Data Pemilih Tetap Ganda

Pemilih ganda berpotensi menghilangkan hak pilih masyarakat.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Komisioner KPU, Viryan, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan, Kamis (24/5).
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Komisioner KPU, Viryan, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan, Kamis (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengakui adanya potensi data pemilih tetap (DPT) yang ganda. Namun, dirinya menegaskan jumlah pemilih ganda tidak sebanyak data yang diungkapkan oleh koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Dengan jumlah diduga 25 juta (data pemilih ganda), kami meyakini tidak sebanyak itu karena proses pemutahiran data pemilih dilakukan secara berjenjang dan melibatkan banyak orang," ujar Viryan kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9).

Dia menjelaskan, data yang digunakan koalisi parpol pendukung Prabowo-Sandiaga menggunakan tiga elemen data, yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama penduduk dan tanggal lahir penduduk. Ketiga elemen ini berasal dari data yang diserahkan oleh KPU kepada parpol peserta Pemilu 2019 pada saat rapat pleno terbuka penetapan daftar pemilih sementara (DPS) pemilu.

Padahal, lanjut Viryan, sebagaimana PKPU nomor 11 Tahun 2018 tentang penyusunan DPR, KPU memberikan NIK ke parpol dalam bentuk yang tidak utuh. Dia menyebut NIK yang diserahkan ke parpol tidak menyebutkan empat angka terkahir (empat angka terakhir diberi tanda bintang).

Karena itu, parpol hanya menerima informasi NIK berupa angka 12 digit saja. Sebagaimana diketahui, NIK secara utuh terdiri dari 16 digit angka.

KPU mengambil kebijakan mengganti empat angka terkahir pada NIK dengan bintang-bintang. Menurut Viryan,  ini terkait dengan kerahasiaan data pribadi masing-masing pemilih.

"Sangat mungkin analisis dilakukan parpol dengan elemen NIK tersebut tidak lengkap karena 4 angka terakhir diganti tanda bintang. Karena 4 angkat terakhir hilang, maka sejumlah NIK memang bisa menjadi sama (yang ditemukan koalisi parpol menjadi ganda). Tapi kalau kemudian jumlahnya sampai ganda 25 juta, Insya Allah tidak (tidak sebanyak itu)," terang dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pemilih ganda berpotensi menghilangkan hak pilih masyarakat. Tim koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menemukan 25 juta pemilih ganda dalam daftar pemilih.

"Bukan hanya khawatir disalahgunakan, tetapi 25 juta itu bisa menghilangkan hak pilih orang yang seharusnya masuk kemudian tidak masuk (daftar pemilih)," kata Dasco di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan dalam rapat sekjen parpol koalisi Prabowo-Sandiaga pada Senin (3/9) malam, masing-masing memaparkan terkait Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang diperoleh dari KPU lalu dilakukan penyisiran. Dia mengatakan, dari hasil penyisiran ditemukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda sehingga disepakati koalisi parpol Prabowo-Sandiaga meminta KPU menunda penetapan DPT yang dijadwalkan Rabu (5/9).

"Kami harap KPU tidak cepat-cepat menetapkan DPT, namun mari bersama-sama memperbaiki dengan menyisir ulang bersama-dama agar DPT menjadi sempurna," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement