REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Raja Ramses II boleh berpikir dia adalah penguasa dunia. Seorang raja paling hebat sepanjang sejarah Mesir dengan segala bentuk kesombongannya.
Namun, atas segala kesombongannya itu, Ramses ternyata tidak mampu menguasai hati seorang perempuan bernama Asiyah binti Muzahim. Sejak awal, Ramses tidak memilikinya, meski Asiyah berstatus sebagai istri penguasa Mesir itu.
Setelah ditinggal mati oleh istri pertamanya, Sang Firaun merasa kesepian dan menghendaki seorang istri. Ramses lalu mengutus seorang menteri bernama Haman untuk meminang Asiyah.
Namun, Asiyah menolaknya. Dia tidak peduli seberapa banyak emas yang disimpan oleh Ramses, juga berapa luas wilayah yang dikuasainya. Satu hal yang dia pedulikan adalah seberapa besar keimanan seseorang kepada Allah.
Namun, jelas Sang Firaun yang mengangkat dirinya sendiri sebagai Tuhan tak memiliki kualitas itu. ‘’Bagaimana saya sudi menikahi Firaun? Sedangkan, dia terkenal sebagai raja yang ingkar kepada Allah,’’ ujarnya.
Sang utusan menyampaikan kabar tersebut kepada Ramses. Firaun marah dan mengutus tentara untuk menangkap orang tua Asiyah. Mereka disiksa dan dikurung. Firaun melakukan hal tersebut untuk mengancam Asiyah.
Bila Asiyah tak mau dinikahi, Ramses berjanji akan membakar hidup-hidup kedua orang tua Asiyah tepat di hadapannya. Ancaman itu membuat Asiyah luluh. Dia sadar tidak akan mampu melihat orang tuanya menderita.
Asiyah lalu menerima pinangan tersebut, namun dengan sejumlah syarat. Syarat tersebut adalah membebaskan orang tuanya dan memberikan mereka rumah yang indah serta menjamin kesejahteraan kedua orang tuanya.
Asiyah pun menolak untuk tidur bersama sang firaun. Bila permintaan tersebut tidak dikabulkan, Asiyah rela mati dengan kedua orang tuanya. Firaun akhirnya luluh dan menyetujui semua prasyarat itu.
Sebagai istri Firaun, Asiyah tentu mendapatkan segala kemewahan. Namun, hal tersebut tidak membutakan hatinya. Asiyah tetap menjadi manusia yang selalu percaya pada Allah sebagai Tuhannya.
Dia pun selalu berdoa pada Allah agar selalu dijaga kehormatannya. Atas permintaan tersebut, Allah menciptakan jin yang selalu menyaru sebagai Siti Asiyah. Dialah iblis yang setiap malam tidur dan melayani Firaun di atas ranjang.
Pelajaran Masyitoh
Di istana Firaun pula, Asiyah mengenal seorang pelayan istana bernama Masyitoh. Asiyah juga mengenalnya sebagai seorang hamba yang juga taat pada Allah. Namun, kenyataan tersebut tak diketahui oleh Firaun.
Kemalangan demi kemalangan menimpa Masyitoh dan membuat Asiyah sangat sedih atas diri perempuan tersebut. Suaminya, Hazaqil, dihukum mati ka rena telah menetang keras hukuman yang diberikan Firaun ke pada seorang ahli sihir yang menyatakan keimanannya kepada Allah dan ajaran Musa.
Hazaqil mengembuskan nafas terakhir dalam keadaan tangan terikat pada pohon kurma dengan tubuh penuh ditembusi anak panah. Masyitoh juga harus kehilangan anak-anaknya ketika Firaun akhirnya tahu bahwa perempuan saleh itu juga merupakan pengikut ajaran Musa, seorang nabi dari Bani Israel yang dulu pernah diangkatnya sebagai anak.
Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut putri Firaun, tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat memungutnya, Masyitoh berkata, ‘’Dengan nama Allah, binasalah Firaun.’’ Mendengar ucapan tersebut, putri Firaun melaporkan hal tersebut kepada ayahandanya.
Firaun kemudian memaksa Masyithoh untuk mengakui ketuhanannya. Namun, Masyitoh tak mau melakukannya. ‘’Tiada Tuhan selain Allah,’’ jawab Masyitoh lantang. Lalu, tanpa belas kasihan, pengawal Firaun melemparkan satu per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hati Asiyah semakin teriris tatkala giliran anak terkecil
Masyitoh juga dilempar ke dalam api. Dan, pada saat itulah, ia juga melihat sebuah kebenaran ketika tiba-tiba bayi yang masih dalam gendongan itu berkata, ‘’Wahai ibuku, bersabarlah. Sesungguhnya, engkau berada di atas kebenaran.’’ Setelah itu, giliran Masyitoh yang dilemparkan ke api menyusul anak-anaknya.
Melihat kekejaman tersebut, Asiyah tak mampu lagi menahan amarah. Dia mencecar Firaun dan menyatakan keinginannya untuk tidak lagi menjadi istri raja zalim tersebut. Firaun yang mendengar hal tersebut naik pitam. Ramses lalu menyeru pada kaumnya, ‘’Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?’’
Mereka pun menyanjungnya. Lalu Firaun berkata lagi kepada mereka, ‘’Sesungguhnya, dia menyembah Tuhan selainku.’’ Lalu, berkatalah orang Mesir mereka kepada rajanya, ‘’Bunuhlah dia!’’
Lalu dimulailah siksaan itu. Ramses memerintahkan para algojo nya untuk memasang tonggak dan mengikat Asiyah pada tonggak tersebut. Asiyah lalu diseret di bawah sengatan terik matahari. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas punggungnya diletakkan batu yang besar.
Namun, siksaan tersebut tak menyurutkan keimanan Asiyah. Tak sedikit pun rasa takut terukir di wajah cantiknya. Tak sedikit pun kesedihan yang terlukis. Siksaan itu justru menguatkan keimanannya.
Dalam siksaan itu, Asiyah pun berseru yang kemudian diabadikan dalam surah at-Tahrim ayat 11. ‘’Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.’’
Allah mengabulkannya. Dia mencabut seluruh rasa sakit yang dialami Asiyah. Lalu, senyum pun membentang ketika perempuan paling mulia yang bersuamikan manusia paling durjana di muka bumi itu mengembuskan napas terakhirnya.
Sebagai Ibu dari Musa
Semasa hidupnya, Asiyah juga dipercaya Allah untuk menjaga takdir peradaban Islam. Suatu ketika, Firaun Ramses II didatangi oleh seorang peramal. Peramal itu mengatakan bahwa kelak dia akan dibunuh oleh seorang lelaki dari Bani Israel.
Namun, lelaki tersebut saat ini masih bayi. Mendengar hal itu, Sang Firaun langsung memerintahkan bala tentaranya untuk membunuh seluruh bayi lelaki Bani Israel sehingga menutup kemungkinan bayi itu tumbuh dewasa dan membunuh Sang Penguasa Mesir.
Bahkan, seorang ibu Bani Israil yang sedang hamil pun ditunggui oleh tentara Firaun. Jika ia melahirkan seorang bayi lelaki, tentara itu akan langsung membunuhnya.
Namun, Allah punya skenario yang lebih baik. Allah menyelamatkan salah satu bayi dari ke turunan Bani Israel. Dia adalah Musa. Musa kecil ditemukan Asiyah sewaktu sedang mandi di sungai dekat istana.
Asiyah tiba-tiba melihat peti berisi bayi lelaki. Bayi itu diambil dan dibawanya pulang ke istana. Asiyah pun berusaha meyakinkan Firaun agar tidak membunuh anak tersebut.
Seperti dikutip dalam surah al-Qashash ayat 9, ‘’(Ia) biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudahmu dahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut menjadi anak sedangkan mereka tidak menyadari,’’ kata Asiyah.
Sang Firaun menyetujuinya. Bayi itu bahkan diangkat menjadi putra Firaun Ramses II. Asiyah pun menjaga bayi tersebut dengan seluruh cinta yang dimilikinya. Berkali-kali Asiyah menyelamatkan Musa dari kemurkaan Firaun.
Seperti saat Musa kecil, tiba-tiba sang bayi mencabut jenggotnya. Firaun yang kesakitan menjadi sangat marah dan memerintahkan pengawalnya untuk membunuh Musa. Namun, Asiyah segera mencegahnya. Dia meyakinkan Firaun bahwa Musa kecil belum mengerti atas apa yang dilakukannya.
Asiyah berhasil membesarkan tokoh kunci dalam takdir hidup Firaun di bawah batang hidung raja zalim itu sendiri hingga dewasa. Musa tumbuh menjadi pemuda yang gagah berani.
Meskipun bukan anak kandungnya, rasa cinta Asiyah tak kurang terhadap Musa. Dia mengkhawatirkan keadaan Musa selayaknya seorang ibu kandung. Dia selalu mendoakan Musa agar bisa mendapatkan kemenangan atas Firaun.
Asiyah tidak hanya telah membuktikan diri sebagai hamba Tuha n yang baik, namun juga sebagai ibu yang baik dan pengasih. Asiyah termasuk sedikit di antara manusia yang namanya terukir dalam Alquran. Kepadanya, Allah berikan tempat yang mulia di sisinya.